gravatar

PROSES PRODUKSI PUPUK ORGANIK

Berikut ini akan kami paparkan proses pengelolaan limbah kotoran ternak, khususnya kotoran sapi, guna mengurangi pencemaran lingkungan serta menjadikannya sesuatu yang lebih bermanfaat secara ekonomi. Apa yang kami paparkan kali ini bukan sekedar teori semata, melainkan kami lakukan secara praktek, semoga dapat membantu bagi anda yang memerlukan.

1. PROSES DEKOMPOSISI/FERMENTASI

Proses fermentasi kotoran sapi dan kotoran ayam pada tahap ini dengan jalan memberikan Microba Dekomposer. Hal ini dimaksudkan guna mempercepat proses penguraian kadar organik pada Kotoran Hewan yang di-fermentasi. Dilanjutkan proses pembolak-balikan kotoran 1 Minggu sekali selama 1–4 Minggu dengan penambahan Kapur Pertanian 10% jika diperlukan, untuk mengurangi tingkat ke-asaman kotoran sapi yang diolah.

Proses Fermentasi dimaksudkan untuk menurunkan rasio C/N bahan organik, karena untuk diaplikasikan ke dalam tanah, rasio C/N harus kurang dari 15. Selama proses dekomposisi, mikro-organisme membutuhkan karbon untuk menyediakan energi dan nitrogen untuk pemeliharaan dan pembentukan selsel tubuh. Makin banyak kandungan nitrogen makin cepat bahan organik terurai, karena jasad renik yang menguraikan bahan ini memerlukan nitrogen untuk perkembangannya.

Rasio C/N yang terlalu tinggi mengakibatkan proses fermentasi berjalan lambat karena kandungan nitrogen yang rendah, tetapi sebaliknya rasio C/N yang terlalu rendah mengakibatkan terbentuknya amonia sehingga nitrogen akan hilang di udara. Rasio C/N akan mencapai ke-stabilan saat proses fermentasi berlangsung sekitar + 3-4 minggu (dengan proses fermentasi menggunakan microba de-composser, bahkan bisa lebih singkat jika menggunakan microba de-composser merek tertentu seperti Gladiator produksi PT. Petrokimia Gresik). Rasio C/N yang tinggi menunjukkan bahan organik tersebut belum matang dan masih akan mengalami proses dekomposisi oleh mikro-organisme yang menghasilkan panas.

Apabila bahan organik yang belum matang digunakan untuk pupuk, maka pertumbuhan tanaman akan terganggu karena mikro-organisme yang menguraikan bahan organik mentah tersebut memerlukan N untuk membangun sel-sel tubuhnya. Dalam bahan organik yang belum matang, kandungan nitrogennya rendah sehingga mikro-organisme mengambil N dari tanah. Akibatnya N tanah yang seharusnya dapat diserap oleh tanaman menjadi berkurang, sehingga tanaman kekurangan N. Rasio C/N maksimum yang dianjurkan untuk bahan organik yang matang adalah 10-15.

2. PUPUK ORGANIK MATANG/KONVENSIONAL

Setelah melewati proses fermentasi bentuk dari kotoran sapi hasil fermentasi atau kompos berubah menjadi serbuk kasar atau lebih tepat disebut gumpalan-gumpalan yang tidak rata dilihat dari bentuknya, dengan warna coklat ke hitaman dan tidak berbau disertai dengan kenaikan PH 6-7 setelah diukur dengan mengunakan alat ukur PH Meter. Dengan PH 6-7, mengandung arti bahwa pupuk tersebut sudah terurai derajat ke-asaman-nya, sehingga sudah layak di jadikan pupuk disertai KTK 50 me/100 g. (KTK : Kapasitas Tukar Kation).

3. MESIN PENCACAH/CRUSHER AWAL

Proses ini menggunakan mesin pencacah/crusher dimaksudkan untuk mengolah kompos yang berbentuk gumpalan menjadi bentuk yang lebih halus dan rata, atau lebih tepat disebut butiran-butiran kasar, yang seragam. Selain keseragaman bentuk, tercapai juga keseragaman dari isi, serta kandungan dari kompos yang diolah. Proses ini akan menghasilkan kompos dengan bentuk serbuk yang masih kasar dengan kadar air rata-rata 30-45%.

4. PROSES PENGERINGAN/DRYER

Proses ini dilakukan untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada kompos, yaitu menjadi sekitar 15-20%, selain itu proses ini juga merupakan proses sterilisasi, yaitu menghilangkan Biji Gulma, Bakteri Pathogen. Karena dengan panas sebesar 200 s.d. 4000 C dengan lama waktu 10-15 menit akan sekaligus mematikan biji gulma serta bakteri pathogen yang terkandung dalam kompos.
Mesin pengering ini mengunakan system Rotary Dryer, yang bahan bakar pemanasnya bisa menggunakan solar, batu bara atau pun olie bekas.

5. MESIN PENEPUNG /HAMMER MILL

Pada tahap ini, kompos di haluskan sehingga menjadi berbentuk tepung atau butiran-butiran halus mesh 60 s.d. 80. Pencapaian bentuk butiran halus ini dimaksudkan agar nantinya bisa diproses menjadi granul pada tahap proses produksi selanjutnya.