Archives

gravatar

PROSES PRODUKSI PUPUK ORGANIK

Berikut ini akan kami paparkan proses pengelolaan limbah kotoran ternak, khususnya kotoran sapi, guna mengurangi pencemaran lingkungan serta menjadikannya sesuatu yang lebih bermanfaat secara ekonomi. Apa yang kami paparkan kali ini bukan sekedar teori semata, melainkan kami lakukan secara praktek, semoga dapat membantu bagi anda yang memerlukan.

1. PROSES DEKOMPOSISI/FERMENTASI

Proses fermentasi kotoran sapi dan kotoran ayam pada tahap ini dengan jalan memberikan Microba Dekomposer. Hal ini dimaksudkan guna mempercepat proses penguraian kadar organik pada Kotoran Hewan yang di-fermentasi. Dilanjutkan proses pembolak-balikan kotoran 1 Minggu sekali selama 1–4 Minggu dengan penambahan Kapur Pertanian 10% jika diperlukan, untuk mengurangi tingkat ke-asaman kotoran sapi yang diolah.

Proses Fermentasi dimaksudkan untuk menurunkan rasio C/N bahan organik, karena untuk diaplikasikan ke dalam tanah, rasio C/N harus kurang dari 15. Selama proses dekomposisi, mikro-organisme membutuhkan karbon untuk menyediakan energi dan nitrogen untuk pemeliharaan dan pembentukan selsel tubuh. Makin banyak kandungan nitrogen makin cepat bahan organik terurai, karena jasad renik yang menguraikan bahan ini memerlukan nitrogen untuk perkembangannya.

Rasio C/N yang terlalu tinggi mengakibatkan proses fermentasi berjalan lambat karena kandungan nitrogen yang rendah, tetapi sebaliknya rasio C/N yang terlalu rendah mengakibatkan terbentuknya amonia sehingga nitrogen akan hilang di udara. Rasio C/N akan mencapai ke-stabilan saat proses fermentasi berlangsung sekitar + 3-4 minggu (dengan proses fermentasi menggunakan microba de-composser, bahkan bisa lebih singkat jika menggunakan microba de-composser merek tertentu seperti Gladiator produksi PT. Petrokimia Gresik). Rasio C/N yang tinggi menunjukkan bahan organik tersebut belum matang dan masih akan mengalami proses dekomposisi oleh mikro-organisme yang menghasilkan panas.

Apabila bahan organik yang belum matang digunakan untuk pupuk, maka pertumbuhan tanaman akan terganggu karena mikro-organisme yang menguraikan bahan organik mentah tersebut memerlukan N untuk membangun sel-sel tubuhnya. Dalam bahan organik yang belum matang, kandungan nitrogennya rendah sehingga mikro-organisme mengambil N dari tanah. Akibatnya N tanah yang seharusnya dapat diserap oleh tanaman menjadi berkurang, sehingga tanaman kekurangan N. Rasio C/N maksimum yang dianjurkan untuk bahan organik yang matang adalah 10-15.

2. PUPUK ORGANIK MATANG/KONVENSIONAL

Setelah melewati proses fermentasi bentuk dari kotoran sapi hasil fermentasi atau kompos berubah menjadi serbuk kasar atau lebih tepat disebut gumpalan-gumpalan yang tidak rata dilihat dari bentuknya, dengan warna coklat ke hitaman dan tidak berbau disertai dengan kenaikan PH 6-7 setelah diukur dengan mengunakan alat ukur PH Meter. Dengan PH 6-7, mengandung arti bahwa pupuk tersebut sudah terurai derajat ke-asaman-nya, sehingga sudah layak di jadikan pupuk disertai KTK 50 me/100 g. (KTK : Kapasitas Tukar Kation).

3. MESIN PENCACAH/CRUSHER AWAL

Proses ini menggunakan mesin pencacah/crusher dimaksudkan untuk mengolah kompos yang berbentuk gumpalan menjadi bentuk yang lebih halus dan rata, atau lebih tepat disebut butiran-butiran kasar, yang seragam. Selain keseragaman bentuk, tercapai juga keseragaman dari isi, serta kandungan dari kompos yang diolah. Proses ini akan menghasilkan kompos dengan bentuk serbuk yang masih kasar dengan kadar air rata-rata 30-45%.

4. PROSES PENGERINGAN/DRYER

Proses ini dilakukan untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada kompos, yaitu menjadi sekitar 15-20%, selain itu proses ini juga merupakan proses sterilisasi, yaitu menghilangkan Biji Gulma, Bakteri Pathogen. Karena dengan panas sebesar 200 s.d. 4000 C dengan lama waktu 10-15 menit akan sekaligus mematikan biji gulma serta bakteri pathogen yang terkandung dalam kompos.
Mesin pengering ini mengunakan system Rotary Dryer, yang bahan bakar pemanasnya bisa menggunakan solar, batu bara atau pun olie bekas.

5. MESIN PENEPUNG /HAMMER MILL

Pada tahap ini, kompos di haluskan sehingga menjadi berbentuk tepung atau butiran-butiran halus mesh 60 s.d. 80. Pencapaian bentuk butiran halus ini dimaksudkan agar nantinya bisa diproses menjadi granul pada tahap proses produksi selanjutnya.

gravatar

Kisruh Pupuk

Kisruh pupuk akibat kelangkaan, kenaikan harga, dan merembesnya alokasi ke tempat lain menjadi persoalan tahunan. Inti masalah karena sistem distribusi yang rentan bocor dan ketergantungan petani terhadap pupuk kimia semakin kuat.

Dampaknya, produktivitas tanaman tidak meningkat secara signifikan. Nilai tukar petani tetap jalan di tempat dan kualitas lahan setiap tahun terus memburuk. Hasilnya, bukan saja terjadi kemerosotan pendapatan petani, tetapi juga mengakibatkan tidak adanya kedaulatan pangan.

Konsekuensinya, produk primer pertanian yang dikonsumsi masyarakat sebagian besar diimpor. Biaya yang harus dibayar untuk itu tak kurang dari 5,003 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 50,03 triliun per tahun.

Hal itu bukan saja menguras devisa, menekan pendapatan petani, tetapi juga menekan terciptanya lapangan kerja. Akibatnya, keinginan untuk mengurangi jumlah penganggur tidak maksimal. Padahal, dengan memproduksi pangan sendiri, peluang kerja terbuka luas.

Oleh sebab itu, kekisruhan pupuk tidak hanya merugikan petani tanaman pangan, tetapi juga industri pendukung sektor pertanian, lapangan kerja, dan kepentingan negara secara keseluruhan dalam hal pengadaan pangan secara nasional.

Hal itu disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah ketergantungan petani terhadap pupuk kimia yang semakin tinggi.

Pupuk organik mampu menekan penggunaan pupuk kimia oleh petani yang tidak lagi mengikuti pola pemupukan tunggal yang berimbang, yakni urea sebanyak 250 kg, ZA 100 kg, superphos 100-150 kg, dan KCl sebanyak 75 kg.

Pupuk ini mampu meningkatkan produktivitas dan memperbaiki kondisi tanah. Dengan pemberian yang cukup, tanah menjadi gembur, lebih berpori menyerap air lebih banyak, mudah diolah, dan mengefisienkan penggunaan pupuk an-organik.

Jika pupuk digunakan secara baik dan tepat, mampu ditekan 20 persen penggunaan pupuk kimia. Dengan demikian, pupuk an-organik bisa dikurangi. Ini artinya, nilai subsidi pupuk urea bisa ditekan. Saat ini subsidi pupuk urea untuk tahun 2009 sebanyak 5,5 juta ton dengan nilai Rp 8,381 triliun, ZA sebanyak 923.000 ton dengan nilai Rp 1,399 triliun, superphos sebanyak 1 juta ton dengan nilai Rp 989 miliar, dan NPK 1,5 juta ton dengan nilai Rp 6,033 triliun.

gravatar

Dampak Penggunaan Pupuk Kimia

Pupuk kimia adalah zat substitusi kandungan hara tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Tetapi seharusnya unsur hara tersebut ada ditanah secara alami dengan adanya “siklus hara tanah” misalnya dari tanaman yang mati kemudian dimakan binatang pengerat/ herbivora, kotorannya atau sisa tumbuhan tersebut diuraikan oleh organisme seperti bakteri, cacing, jamur dan lainnya.

Nah siklus inilah yang harusnya tetap di jaga, jika mengunakan pupuk kimia terutama bila berlebihan dan terus-menerus, maka akan memutuskan siklus hara tanah, terutama akan mematikan organisme tanah, awalnya memang subur saat awal tetapi jadi tidak subur dimasa yang akan datang. Untuk itu, sebenarnya, tanah dan sistem tanam perlu dijaga dengan pola tetap "menggunakan pupuk organik".

Dampak dari penggunaan pupuk kimia di antaranya juga bisa disebutkan sebagai berikut:

Pertama, zat hara yang terkandung dalam tanah menjadi diikat oleh molekul2 kimiawi dari pupuk sehingga proses regenerasi humus tak dapat dilakukan lagi. Akibatnya ketahanan tanah/ daya dukung tanah dalam memproduksi menjadi kurang hingga nantinya tandus. Tak hanya itu penggunaan pupuk kimiawi secara terus-menerus menjadikan menguatnya resistensi hama akan suatu pestisida pertanian.

Masalah lain adalah penggunaan Urea biasanya sangat boros. Selama pemupukan Nitrogen dengan urea tidak pernah maksimal karena kandungan nitrogen pada urea hanya sekitar 40-60% saja. Jumlah yang hilang mencapai 50% disebabkan oleh penguapan, pencucian (leaching) serta terbawa air hujan (run off).

Efek lain dari penggunaan pupuk kimia juga mengurangi dan menekan populasi mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi tanah yang sangat bermanfaat bagi tanaman.

gravatar

Optimalisasi Industri Pupuk

Pada awal pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencanangkan kebijakan revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan. Untuk sektor pertanian, kebijakan tersebut telah menunjukkan hasil yang signifikan.

Kinerja sektor pertanian pada tahun 2008 dinilai cukup mengesankan. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor ini mampu mencapai 5,3%. Angka pertumbuhan tersebut telah melampaui target pertumbuhan 3,6% yang dicantumkan dalam Rencana Kegiatan Pembangunan (RKP) Departemen Pertanian 2008, serta melampaui rekor pertumbuhan tahun 2007 yang mencapai 4,6%. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengakui bahwa kinerja setinggi itu hampir tak pernah terjadi, sebab dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini pertumbuhan sektor pertanian di atas 3% baru terjadi tiga kali.

Namun, secara umum pemerintahan SBY dinilai memiliki cacat yang cukup mengganggu. Kalangan ekonom menuding pemerintah tidak bisa menarik manfaat dari kenaikan harga pangan dunia yang terjadi pada tahun 2008. Justru sebaliknya, kenaikan harga pangan internasional malah menimbulkan kesulitan pangan di dalam negeri yang ditandai dengan maraknya impor pangan seperti beras, jagung, kedelai, gula, gaplek, kacang tanah, daging, susu, bahkan garam sekalipun.

Kekurangan lainnya, kebijakan ekonomi pemerintahan SBY lebih terfokus pada sektor moneter keuangan dan cenderung mengabaikan sektor riil. Salah satu contoh kebijakan yang justru menyimpang dari upaya revitalisasi pertanian adalah kebijakan Menteri Perdagangan Marie Pangestu yang mengizinkan ekspor pupuk lebih besar ke luar negeri.

Secara ekonomi, untuk mengejar keuntungan memang wajar, sebab harga jual pupuk ke luar negeri jauh lebih mahal daripada harga jual kepada petani sendiri. Misalnya harga pupuk urea bersubsidi di pasar dalam negeri hanya Rp 1.200,- per kg, padahal harga pupuk urea di pasar internasional pada tahun 2008 melambung hingga Rp 4.000 per kg. Namun, akibat dari kebijakan itu, pasokan pupuk kepada petani menjadi berkurang sehingga harga pupuk di dalam negeri membumbung tinggi, naik lebih dari 40 persen. Akibat lebih lanjut terjadi kelangkaan pupuk di beberapa daerah. Kondisi ini menyebabkan beredarnya pupuk-pupuk palsu.

Tentu saja kebijakan memperbesar ekspor pupuk tersebut sempat menuai kecaman, sebab pupuk merupakan salah satu sarana produksi pertanian (saprotan) yang harus dilindungi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian sekaligus menjaga ketahanan pangan. Di negara-negara maju pun seperti Amerika Serikat, Jepang atau Uni Eropa, eksistensi dan kinerja pabrik pupuk mendapat pengawasan sangat ketat dari pemerintah. Mereka sangat melindungi petani dan produk pertanian dari ancaman produk negara lain. Petani mereka disubsidi dan diberi berbagai fasilitas dalam berproduksi sehingga produk pangan dari luar sulit menembus pasar mereka.

Pengelolaan industri pupuk di Indonesia sebagian besar dipercayakan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selebihnya dikelola oleh BUMN yang bekerjasama dengan sektor swasta serta oleh perusahaan-perusahaan swasta murni. Perkembangan jenis pupuk yang dihasilkan saat ini masih tergantung pada jenis pupuk yang digunakan untuk pertanian, yaitu jenis pupuk tunggal seperti urea, SP 36 dan ZA, sedangkan industri yang menghasilkan jenis pupuk majemuk seperti NPK masih terbatas.

Kebijakan pengembangan industri pupuk ke depan sangat terkait dengan kebijakan pengembangan sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Selain itu, pengembangan industri pupuk juga akan lebih diarahkan pada pertimbangan ketersediaan sumber bahan baku yang cukup di dalam negeri, khususnya gas bumi sebagai bahan baku pupuk urea dan ZA.

Untuk mendukung pengembangan industri pupuk, pemerintah dan DPR sepakat mengucurkan subsidi pertanian melalui APBN tahun 2009 sebesar Rp 32 triliun. Dari total subsidi tersebut, subsidi untuk pupuk sebesar Rp. 20,4 triliun, benih Rp. 1,5 triliun, dan sisanya Rp. 10,1 triliun merupakan subsidi pangan antara lain penyediaan beras untuk rakyat miskin.

Khusus untuk pupuk urea dan ZA yang telah mengalami surplus produk, kebijakan teknis pengembangannya tidak berorientasi pada pendirian pabrik-pabrik baru, melainkan lebih ke program optimalisasi pabrik-pabrik yang telah ada dengan mengganti pabrik-pabrik yang sudah tua (replacement). Dalam pelaksanaannya, proses relacement tersebut dilakukan di daerah yang memiliki sumber bahan baku gas bumi yang banyak dan atau ke daerah yang membutuhkan jumlah pupuk yang besar.

Dengan demikian, peluang yang sejalan dengan pengembangan industri pupuk di Indonesia lebih besar berorientasi pada bisnis penyediaan bahan baku terutama gas bumi, distribusi produk sejak keluar pabrik hingga sampai ke petani/pemakai, serta ekspor kelebihan konsumsi pupuk dalam negeri. Sementara peluang pendirian pabrik baru lebih mengarah pada pengembangan pupuk non-urea, yaitu pengembangan industri pupuk majemuk seperti TSP dan NPK. Di sisi lain, untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang mulai mengarah pada produk pertanian “organik” serta dalam upaya memperbaiki kondisi tanah, pengembangan industri pupuk organik menjadi peluang yang lebih prospektif.

Diambil sepenuhnya dari: Media Data Riset, PT.
14 July, 2009, 10:40

http://mediadata.co.id

gravatar

Pupuk Pembenah Tanah

Selama kurun waktu 25 tahun terakhir, terjadi peningkatan penggunaan pupuk kurang lebih lima kali lipat, sementara produksi pertanian cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk sangat tidak efisien, karena penurunan produktivitas lahan sebagai akibat dari penurunan kandungan bahan organik tanah.

Masyarakat pertanian konvensional berusaha memacu produksi tanpa memperhatikan kesuburan tanah terutama ketersediaan bahan organik tanah dan faktor lingkungan, sehingga terjadi penurunan kesuburan tanah, tandus dan kerusakan lingkungan. Untuk memulihkan kesuburan tanah dan kelestarian lingkungan dibutuhkan masa istirahat (bero) dalam waktu yang cukup lama dan masukkan bahan organik yang cukup.
Keadaan tanah yang optimal untuk pertumbuhan tanaman diperlukan bahan organik tanah di lapisan olah (top soil) minimal 2%. Untuk mencapai kondisi tanah tersebut, diperlukan penambahan bahan organik berupa limbah pertanian dan limbah peternakan minimal 8-9 ton/ha setiap tahun.

Departemen Pertanian mempunyai program untuk menekan penggunaan pupuk kimiawi yang berlebihan dengan mensosialisasikan pemanfaatan bahan organik berupa kotoran ternak, limbah tanaman, limbah organik yang lain. Limbah tanaman, limbah ternak dan limbah organik lain tersebut supaya segera tersedia untuk tanaman, dapat diproses terlebih dahulu menjadi pupuk kompos, bokashi ataupun lainnya.

Pupuk kompos, terutama pupuk kompos kotoran ternak ialah bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami dibandingkan bahan pembenah tanah sintetis. Secara umum pupuk kompos mengandung unsur hara makro N,P,K rendah, tetapi mengandung unsur hara mikro dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan tanaman.

Bahan organik berupa kotoran ternak yang telah mengalami proses pengomposan, sangat baik dan menjadi pupuk organik yang stabil yang mempunyai C/N antara 10/1-15/1. Pemberian pupuk kompos kotoran ternak dapat meningkatkan kesuburan tanah karena dapat memperbarki sifat fisik, kimia dan biologi tanah dan sekaligus sebagai penyedia unsur hara dalam waktu lama sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Pupuk kompos kotoran kambing, sapi dan ayam banyak tersedia di pedesaan di seluruh Indonesia dan dapat digunakan sebagai sumber unsur hara untuk pertumbuhan tanaman yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Kandungan utama pupuk organik adalah karbon dalam bentuk senyawa organik dan dimanfaatkan mikroorganisme sebagai sumber energi, kemudian bahan tersebut dialih rupakan menjadi senyawa seperti humus yang bersifat lebih stabil.

gravatar

Efisiensi Pupuk Organik Dibanding An-organik

Pemakaian pupuk an-organik di dunia meningkat dengan cepat sekitar tahun 1948–1957, sedang kenaikan pemakaian pupuk di dunia kurang lebih 93.3%. terutama di negara-negara yang sedang berkembang kenaikan telah mencapai angka yang sangat tinggi, seperti di Asia kenaikannya mencapai 228.6%, di Afrika 187.3%, sedang negara-negara maju kenaikannya relatif kecil.

Akhir-akhir ini, perkembangan pemakaian pupuk buatan di indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan garis kebijaksanaan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan di bidang Pertanian, antara lain dinyatakan bahwa: “dalam pelaksanaan intensifikasi denga panca usaha lengkap diusahakan agar para petani dapat menggunakan pupuk secara ekonomis” (Sutejo, 2002).

Pemanfaatan teknologi pertanian dalam segala bidang diperlukan untuk meningkatkan produksi pertanian. Pemupukan, seleksi tanaman, pemberantasan hama penyakit, penyediaan air yang cukup, aplikasi bioteknologi dan sebagainya perlu dilakukan untuk mencapai maksud tersebut. Pemupukan merupakan salah satu usaha penting untuk meningkatkan produksi, bahkan sampai sekarang dianggap sebagai faktor yang dominan dalam produksi, bahkan sampai sekarang dianggap sebagai faktor yang dominan dalam produksi pertanian. Penggunaan pupuk an-organik yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, telah mencemaskan pakar lingkungan hidup karena dampak polusi yang ditimbulkannya. Sampai akhir abad XX pemupukan merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi karena belum ada alternatif lain untuk menggantikannya.

Data yang dipaparkan oleh Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1996, luas lahan kritis di indonesia sudah mencapai 12,5 juta hektar, dengan perincian 8 juta berasal dari lahan pertanian dan sisanya 4,5 juta hektar berasal dari kawasan hutan (BPS, 1998). Kondisi ini akan lebih parah lagi karena diperkirakan setiap tahun lahan kritis bertambah 300.000 hingga 600.000 hektar jika penggunaan pupuk dan pestisida kimia tidak dikurangi.

Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus menjadi penyebab menurunnya kesuburan lahan bila tidak diimbangi dengan penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati. Selama 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan kebutuhan pupuk kimia hingga 500%, sementara itu produksi padi hanya meningkat 50%. Berfungsinya pabrik-pabrik yang mengolah berbagai bahan baku menjadi barang-barang jadi melalui proses kimia yang pembuangan limbah industrinya (air dan cairan) tidak memperhatikan keadaan lingkungan dan tidak mau memelihara keadaan tanah di sekitarnya, akan menyebabkan tanah tidak berproduksi sebagaimana mestinya. Bahkan sering kali tidak berproduktif lagi. Ini disebabkan mikro-organisme dan unsur-unsur hara yang terkandung mengalami keracunan. Dalam kejadian seperti ini pemulihannya kembali akan memakan waktu yang cukup lama.

Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil-hasil akhir dari perubahan atau peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (seresah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan sebagainya (Sutejo, 2002).

gravatar

Pupuk Organik Beserta Kelebihannya

Kemampuan tanah sebagai medium untuk menunjang pertumbuhan tanaman digunakanan dalam berbagai batasan. Dua batasan yang sering digunakan secara rancu adalah produktivitas tanah dan kesuburan tanah. Produktivitas tanah diberi batasan sebagai kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan suatu tanaman (atau sekuen tanaman) yang diusahakan dengan sistem pengelolaan tertentu. Produktivitas tanah merupakan perwujudan dari seluruh factor (tanah dan bukan tanah) yang mempengaruhi hasil tanaman.
Bahwa susunan tanah yang optimal bagi pertanian (menurut Buckman dan Bardy 1961) adalah: Hawa 25%, Air 25%, Mineral 45% dan bahan Organis 5%. Kemudian perlu diingat bahwa zat-zat mineral menentukan pertumbuhan tanaman dan sekaligus menentukan produksinya. Dengan demikian maka kesuburan tanah tidak dapat dipisahkan dari produktivitas tanah.

Zat-zat mineral yang merupakan zat makanan untuk tanaman dibagi menjadi 2 golongan yaitu zat makro yang terdiri dari zat-zat: zat arang, oksigen, hidrogen, nitrogen, fosfat, kalium, kapur, magnesium, dan belerang. Sedang zat Mikro terdiri dari zat-zat: Borium, Chlor, kuningan, besi, mangan, molibdenum dan seng.
Ketidaklengakapan dari zat makro dan mikro dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan, pengembangbiakan dan produktivitas tanaman. Ketidaklengkapan salah satu makro atau mikro elemen tersebut dapat dikoreksi dengan pemupukan (perabukan). Kedua golongan zat makanan tersebut berada di dalam tanah dalam bentuk batu-batuan, partikel-partikel tanah. Dengan kata lain, dalam bentuk ”anorganis”, dan dalam bentuk sisa-sisa mikro fauna/flora. Sisa-sisa hewan dan tanaman disingkatnya dalam bentuk ”organis” (Rismunandar, 1993).

Pupuk anorganic atau pupuk buatan yang merupakan hasil industri atau hasil dari pabrik-pabrik pembuat pupuk (pupuk dari pabrik sriwijaya, pupuk kujang, dan lain-lain), pupuk mana mengandung uunsur-unsur hara atau zat-zat makanan yang diperlukan tanaman. Pupuk-pupuk tersebut pada umumnya mengandung unsur hara yang tinggi.
Di daerah-daerah tropic terutama bagi penduduknya yang melakukan usaha di bidang pertanian pupuk anorganik sangat dikenal dan disukai, hal ini dikarenakan:
Selain karena pupuk alam keadaan dan jumlahnya kurang dapat mencukupi kebutuhan, juga karena pupuk buatan sangat praktis dalam pemakaian, artinya pemakaian dapat disesuaikan dengan perhitungan hasil penyelidikan akan defisiensi unsur hara yang tersedia dalam kandungan tanah.
Penyediaan pupuk anorganik bagi para pemakainya dapat meringankan ongkos-ongkos angkutan, mudah didapat, dapat disimpan lama dan konsentrasinya akan zat-zat makanan bagi tumbuhan dan perkembangan tanaman ternyata sangat tinggi.

Selain keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dengan pemanfaatan pupuk anorganik, tentu pula ada keburukan-keburukannya, yaitu: kalau tidak hati-hati dalam penggunaannya dapat membahayakan manusia; pemakaian yang berlebihan, selain tidak ekonomis, dapat pula membahayakan pertumbuhan tanaman; pada umumnya hanya sedikit sekali mengandungan unsur-unsur mikro atau bahkan sama sekali tidak mengandungnya.
Usaha lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah adalah dengan melakukan pemupukan dengan pupuk organik atau pupuk kandang. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang tidak terlalu tinggi, tetapi jenis pupuk ini mempunyai keistimewaan lain yang dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah seperti permeabelitas tanah, porositas tanah, daya menahan air dan kation-kation tanah dan sebagainya.

Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil-hasil akhir dari perubahan atau peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (seresah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan sebagainya. Guano terdiri dari kotoran-kotoran binatang yang oleh karena pengaruh alam maka lambat laun mengalami perubahan-perubahan kandungan utamanya adalah P dan N, tetapi ada pula guano yang mengandung K. Syarat-syarat yang dimiliki pupuk organik, yaitu; zat N atau zat lemasnya harus terdapat dalam bentuk persenyawaan organik, jadi harus mengalami peruraian menjadi perenyawaan N yang mudah dapat diserap oleh tanaman-tanaman; pupuk tersebut dapat dikatakan tidak meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah; dan pupuk tersebut seharusnya mempunyai kadar persenyawaan C organik yang tinggi, seperti hidrat arang.

Menurut penelitian WAKSMAN, pupuk organik di dalam tanah dapat memperbesar populasi jasad renik, yaitu dapat mempengaruhi terhadap perkembangbiakan bakteri dan Actynomycetes.

gravatar

Penanggulangan Limbah Kotoran Sapi

Seiring dengan semakin meningkatnya tingkat kebutuhan manusia, terutama mengenai tuntutan pemenuhan kebutuhan protein hewani maka usaha peternakan dirasakan semakin meningkat. Salah satu bidang usaha peternakan yang sedang berkembang di Indonesia saat ini adalah usaha penggemukan sapi dan peternakan sapi perah. Khususnya di Sukabumi, Usaha Peternakan Sapi Perah yang telah ada dan semakin berkembang, akan meningkatkan pula limbah peternakan yang dihasilkan. Limbah dari usaha peternakan sapi perah ini sangat potensial sebagai sumber daya dan juga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, seperti pencemaran air berupa terakumulasinya sulfit dalam air, pencemaran tanah yang menyebabkan pH tanah terlalu asam dan pencemaran udara berupa bau tidak sedap yang disebabkan oleh amoniak (NH3) dan dihidrogen sulfida (H2S) yang terdapat pada limbah hewan, terutama feses atau kotoran padat. Bau yang tidak enak ini selain mengganggu kenyamanan udara bagi masyarakat setempat, juga akan merangsang lalat dan nyamuk untuk datang dan berkembang biak di tempat timbunan limbah tersebut, yang pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti disentri dan diare pada ternak itu sendiri, juga pada manusia yang berada disekitar usaha tersebut berada.

Limbah yang dihasilkan dari usaha sapi perah terdiri dari limbah sisa pakan, urine sapi dan feses sapi atau secara umum terbagi menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dari usaha peternakan sapi perah terutama feses sapi merupakan limbah terbesar yang dihasilkan dari usaha tersebut. Feses yang dihasilkan dari seekor sapi perah dewasa rata-rata sebanyak 6 % dari bobot tubuhnya, jadi jika suatu usaha penggemukan sapi potong mempunyai kapasitas kandang untuk 1.000 ekor sapi potong dengan bobot tubuh sapi rata-rata 350 Kg, maka dalam sehari akan diperoleh feses sebanyak 21 ton.

Limbah peternakan sebagian besar berupa bahan organik. Hal ini menunjukkan bahwa apabila dikelola dengan cara yang benar dan tepat peruntukkannya, limbah peternakan masih memiliki nilai sebagai sumberdaya yang potensial bermanfaat. Sejak dahulu limbah peternakan sudah digunakan oleh petani sebagai bahan sumber pupuk organik, namun karena pengaruh intensifikasi pertanian, pemanfaatan tersebut kian berkurang. Selain itu juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi pengolahan limbah peternakan yang masih belum mampu memenuhi tuntutan kebutuhan petani pada masa itu. Pengolahan limbah sebagai pupuk masih dilakukan secara konvensional, yaitu dibiarkan menumpuk dan mengalami proses degradasi secara alami. Teknologi yang tepat dan benar belum dikembangkan.

Teknik pengomposan merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk menanggulangi limbah feses peternakan sapi perah ini. Dengan cara ini, biaya operasional relatif lebih murah dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Selain itu dengan pengomposan juga dapat memperkaya unsur hara pupuk organik yang dihasilkan dari pengolahan limbah peternakan tersebut.
Teknik pengomposan merupakan salah satu cara pengolahan limbah yang memanfaatkan proses biokonversi atau transformasi mikrobial. Biokonversi itu sendiri adalah proses-proses yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk merubah suatu senyawa atau bahan menjadi produk yang mempunyai struktur kimiawi yang berhubungan. Proses biokonversi limbah dengan cara pengomposan menghasilkan pupuk organik yang merupakan hasil degradasi bahan organik. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah bahan organik limbah sudah terdegradasi dengan baik adalah perubahan bahan organik limbah menjadi unsur hara, terutama unsur hara makro, seperti N total, P2O5 dan K2O.

Proses pengomposan secara alamiah terjadi sangat lama, umumnya membutuhkan waktu hingga 6 bulan. Waktu pengomposan yang relatif lama menyebabkan proses pengomposan menjadi kurang efektif dalam penanganan limbah ini, karena limbah yang dihasilkan terus terakumulasi setiap hari. Teknik pengomposan dapat dikembangkan dengan cara menambahkan inokulan tertentu kedalam limbah peternakan, sehingga prosesnya terjadi lebih cepat. Cara lain adalah dengan memanfaatkan limbah tersebut untuk kehidupan organisma tertentu secara langsung, sebagai media hidup ataupun sebagai sumber kebutuhan pakan-nya.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, jika limbah peternakan terutama kotoran (feses) tersebut tidak diolah, maka akan mengakibatkan dampak-dampak yang dapat merugikan kesehatan, baik bagi ternak itu sendiri maupun bagi kesehatan manusia dan lingkungannya. Dari itu, alangkah bijaksana apabila limbah tersebut diolah dan dimanfaatkan serta dikelola secara maksimal untuk menunjang kebutuhan para petani akan pupuk yang bersifat ramah lingkungan, mampu memperbaiki kesuburan tanah serta bisa menghasilkan panen yang selain lebih banyak, juga aman untuk dikonsumsi, karena tidak meninggalkan residu yang membahayakan kesehatan bagi siapapun yang mengkonsumsinya. Dengan kriteria-kriteria tersebut akan berpotensi besar untuk dapat mewujudkan kekuatan ekonomi dari sektor pertanian.

gravatar

Pertanian Organik Berkelanjutan

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), suatu bentuk yang memang harus dikembangkan jika kita ingin menjadi pewaris yang baik yang memikirkan keselarasan antara pemenuhan kebutuhan saat ini dan pelestarian sumberdaya lahannya. Pembangunan pertanian yang dilaksanakan masa lalu belumlah sepenuhnya menggunakan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan/lahan akibat pencemaran (misalnya: pupuk dan pestisida), sehingga mengganggu keberlanjutan pertanian.

Pembangunan pertanian masa lalu lebih menekankan pada pola masukan tinggi (input intensive). Pola masukan tinggi ini dicirikan dengan penggunaan agrokimia yang berupa penggunaan pupuk buatan dan pestisida yang tinggi, dan penggunaan varietas unggul yang dicirikan oleh umur pendek dengan hasil tinggi, sehingga dapat terjadi pengurasan hara dalam kurun waktu yang pendek relatif tinggi. Memang pola ini produksi pangan dunia meningkat dengan tajam. Namun dampak negatif penggunaan agrokimia mulai dirasakan saat ini.
Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya ketimpangan (ketidak seimbangan) hara lainnya dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah. Kejadian semacam ini banyak terjadi pada lahan-lahan sawah yang selalu dibudidayakan tanaman padi secara terus menerus dengan tanpa penambahan bahan organik tanah, sehingga terjadi pengurasan hara tertentu dan terjadi defisiensi Zn dan Cu. Dilaporkan sekitar 60% areal sawah di Jawa kandungan bahan organiknya kurang dari 1%, sementara sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2%. Ketimpangan hara dan merosotnya bahan organik tanah akan menyebabkan degradasi kesuburan tanah yang akan mengancam keberlanjutan usaha tani.
Disamping penggunaan pupuk anorganik, penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak negatip pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Disamping itu, dimungkinkan residu pestisida dalam produk, misalnya pada hasil hortikultura. Sementara pada saat ini residu pestisida akan menjadi faktor penentu daya saing produk-produk pertanian yang akan memasuki pasar global.
Sistem usahatani tradisional nenek moyang kita sebenarnya telah terbukti berkelanjutan, mereka menggunakan pupuk organik dalam usaha taninya, tetapi untuk dapat memenuhi perkembangan kebutuhan pangan perlu adanya pengembangan. Sistem pertanian berkelanjutan dapat menggunakan masukan luar seperti pupuk namun secara arif dalam rangka mencapai hasil yang diharapkan dalam jangka panjang dengan tetap terjaga kesuburan tanah dan lingkungannya. Demikian juga pada praktek pertanian organik masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia dalam jumlah yang rendah atau dikenal dengan semi organik.
Konsep pertanian organik haruslah mampu menyehatkan tanah. Tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman yang sehat yang akan dapat mendukung manusia dan hewan yang sehat. Tujuan dari budidaya pertanian organik adalah :
(1)memproduksi bahan makanan yang berkualitas tinggi (bebas dari senyawa / polutan anorganik racun) dalam jumlah yang cukup,
(2)memperbaiki dan mendukung siklus biologis dalam usaha tani dengan memanfaatkan mikrobia, flora dan fauna tanah serta tumbuhan dan tanaman,
(3)mengelola dan meningkatkan kelestarian kesuburan tanah,
(4)meminimalkan segala bentuk polusi dalam tanah, serta
(5)memanfaatkan dan menghasilkan produk pertanian organik yang mudah dirombak dari sumber yang dapat didaur ulang.

Pertanian organik dapat menjamin keberlanjutan usaha pertanian mengingat sistem usaha ini mampu menjamin kelestarian kesuburan dan lingkungannya. Pupuk organik mempunyai kelebihan mampu meningkatkan tidak hanya kesuburan kimia tanah, namun juga kesuburan fisik (struktur labih baik) dan biologi tanah serta mengandung senyawa pengatur tumbuh. Atau dengan kata lain penggunaan pupuk organik tidak sekedar mampu memperbaiki kesuburan saja, namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap kesehatan tanaman dan hasilnya serta akan menyehatkan manusia yang mengkomsumsinya.

Terkait perbaikan kesuburan kimia tanah, penambahan bahan organik akan meningkatkan hara dalam tanah secara lengkap seperti hara N, P, K, S dan hara lainnya. Pupuk organik tidak hanya memasok hara makro, namun mempunyai kelebihan dalam mensuplai unsur hara mikro (terutama Fe dan Zn). Peningkatan hara dalam tanah sangat tergantung oleh macam bahan organik yang digunakan atau komposisi bahan organiknya. Disamping itu akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat hara, sehingga hara akan lebih tersedia dalam kurun waktu yang relatif lama, sehingga menjamin keberlanjutan kesuburan. Hal ini dikarenakan selama proses dekomposisi bahan organik akan dihasilkan humus (koloid organik)yang dapat menahan unsur hara dan air, sehingga dapat meningkatkan daya simpan pupuk dan air di tanah. Kelebihan pupuk organik yang lain mampu menetralkan pH tanah, dapat meningkatkan pH tanah di tanah yang masam, dan dapat menurunkan pH tanah di tanah yang alkali, sehingga mampu menjamin pH tanah sesuai untuk pertumbuhan tanaman.

Pemupukan organik akan memperbaiki kesuburan fisika tanah dalam pembentukan agregat tanah, misalnya untuk tanah lempung yang berat (sulit diolah), penambahan bahan organik agregat tanah akan menjadi remah yang relatif ringan untuk diolah. Penambahan bahan organik tanah membuat aerasi tanah akan menjadi lebih baik karena ruang porinya bertambah (porositas meningkat), sehingga menjamin udara tanah. Sememtara untuk tanah pasir akan membentuk agregat yang lebih remah sehingga mudah diolah, dan meningkatkan daya ikat air atau kemampuan menyediakan air tanah lebih banyak, sehingga tidak cepat terjadi kekeringan.

Penambahan pupuk organik juga mampu memperbaiki kesuburan biologi, dimana mikroorganisme tanah saling berinteraksi dengan bahan organik, yang berperan sebagai pendaur ulang hara dalam tanah, sehingga hara akan lebih tersedia untuk tanaman. Dari aspek tanaman, hasil perombakan bahan organik dapat menghasilkan asam amino yang dapat diserap tanaman dengan segera, dan bahan organik banyak mengandung sejumlah zat pengatur tumbuh dan vitamin yang dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pupuk organik ini mampu menjamin ketersediaan hara dalam kurun relatif lama, membuat tanah lebih remah, sehingga menjamin kelestarian kesuburan tanah, dan dapat menjamin keberlanjutan usaha tani.

Untuk mempertahankan dan meningkatkan bahan organik tanah, diperlukan penambahan bahan organik secara berangsur. Masalah utama yang sering timbul di lapangan adalah sumber bahan organik yang dapat digunakan. Sumber bahan organik yang dapat kita gunakan dapat berasal dari: sisa dan kotoran hewan (pupuk kandang), sisa tanaman, pupuk hijau, sampah kota, limbah industri, dan kompos.
1. Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia/anorganik menjadikan sarana dan prasarana produksi pertanian menjadi rawan terhadap permainan harga oleh produsen maupun kondisi eksternal lain. Sebagai contoh pada saat krisis moneter di Indonesia yang mulai terjadi pada tahun 1997, maka dengan rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, mengakibatkan sarana produksi pertanian seperti pupuk, pestisida harganya naik antara 200 – 400% sehingga pemakaian pupuk menurun yang mengakibatkan produktivitas pertanian ikut menurun.
2. Memasuki era pasar bebas dengan diberlakukannya standar tertentu dalam setiap produk termasuk produk pertanian, pemberlakukan standard ISO dan Eco-Labelling yang mensyaratkan produksi yang ramah lingkungan, maka sektor pertanian memperoleh tantangan baru dan membutuhkan permikiran yang serius bagi ahli pertanian dan ahli yang terkait agar tetap mampu bersaing di dunia internasional. Penggunaan bahan organik yang recycleable dan ramah lingkungan dalam produksi pertanian agar diupayakan untuk tetap mempertahankan produktivitas lahan.
Berkaitan dengan hal tersebut, hampir 90% produk-produk pertanian di Indonesia diproduksi dengan menggunakan bahan anorganik seperti pupuk kimia dan pestisida, sehingga besar kemungkinan produk pertanian Indonesia tidak memenuhi standar internasional dan tidak diminati oleh pasar internasional. Kurangnya minat pasar internasional terhadap produk pertanian dalam negeri tersebut dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran mengenai kesehatan makanan, padahal dengan penggunaan bahan-bahan kimia dalam pertanian dapat mengganggu kesehatan manusia.
Oleh karena itu untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dalam menghasilkan produk pertanian yang mampu bersaing di pasar internasional perlu diupayakan pemenuhan terhadap minat konsumen yang membutuhkan konsumsi pangan bebas bahan anorganik. Untuk itu perlu segera digalakkan produk-produk pertanian organik di Indonesia dengan cara meningkatkan penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik sebagai sarana produksinya yang didukung dengan keanekaragaman hayati terutama bibit dan pestisida organik.

Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah secara aman, dan di lain pihak, produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga aman dikonsumsi.

Secara kualitatif, kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak dapat lebih unggul daripada pupuk anorganik. Namun penggunaan pupuk organik secara terus-menerus dalam rentang waktu tertentu akan menjadikan kualitas tanah lebih baik dibanding penggunaan pupuk anorganik. Selain itu penggunaan pupuk organik tidak akan meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia. Bahkan produk-produk yang dihasilkan akan diterima negara-negara yang mensyaratkan ambang batas residu yang sudah diberlakukan pada produk-produk tertentu.

Saat ini ada beberapa jenis pupuk organik sebagai pupuk alam berdasarkan bahan dasarnya, yaitu pupuk kandang, kompos, humus, pupuk hijau, dan pupuk mikroba. Sedangkan ditinjau dari bentuknya ada pupuk organik cair dan ada pupuk organik padat. Sebagai contoh kompos merupakan contoh pupuk organik padat yang dibuat dari bahan organik padat (tumbuh-tumbuhan), sedangkan thilurine adalah pupuk organik cair yang dibuat dari bahan organik cair (urine sapi). Pupuk organik dapat dibuat dari limbah, contohnya limbah peternakan sapi perah dan sapi potong, baik berupa feses (kotoran) maupun urinenya dapat dijadikan bahan pembuatan pupuk organik.

Dengan melihat beberapa kecenderungan di atas, pengolahan limbah ternak berupa kotoran sapi untuk dijadikan salah satu bahan pembuatan pupuk organik sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi tanah serta kualitas hasil produksi pertanian, maka sekaligus akan mendongkrak animo pasar untuk melirik pupuk yang berbahan dasar organik. Hal tersebut juga ditengarai dengan semakin bermunculannya pabrik-pabrik pupuk yang berbasis organik guna memenuhi kebutuhan masyarakat petani akan ketersediaan pupuk yang selain dapat meningkatkan hasil produksi, juga ramah terhadap lingkungan, dalam arti sanggup mengembalikan kesuburan tanah dan sekaligus memeliharanya.


diambil dari beberapa sumber...

gravatar

Pertanian Organik

Indonesia sejak lama sudah akrab dengan pertanian organik. Bedanya, kalau di waktu lampau polanya masih secara tradisional. Pengolahan lahan nyaris tanpa pupuk. Peningkatan produksi sawah atau kebun sangat mengandalkan kandungan humus lahan. Belakangan-setelah menyaksikan berbagai dampak negatif akibat penggunaan pupuk kimia menyusul operasi hijau sejak tahun 1980-an-para petani didorong agar mengolah lahan dengan pola pertanian organik, yakni menggunakan pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang ramah lingkungan sekaligus menjaga kesuburan lahan. Seiring operasi hijau tersebut, para petani diarahkan agar menanami sawahnya dengan benih padi varietas tertentu. Diarahkan pula penggunaan pupuk kimia, seperti urea, TSP, dan KCl guna memperkaya humus lahan serta penggunaan pestisida endrin untuk menghalau hama wereng, misalnya.

Ternyata dalam perjalanannya semakin terasa dampaknya yang merugikan. Produksi memang meningkat. Namun, sesungguhnya tidak memberikan keuntungan berarti bagi para petani. Alasannya karena biaya produksi menjadi sangat mahal untuk pembelian berbagai jenis pupuk dan pestisida endrin.

Masih banyak lagi dampak negatif lainnya akibat penggunaan pupuk kimia. Pupuk kimia telah mengganggu keseimbangan ekologi.
Penggunaan pestisida endrin secara masif yang sedianya menghalau serangan hama wereng, ternyata juga mematikan berbagai jenis biota air. Bahkan, hewan piaraan pun tidak sedikit menjadi korbannya setelah meminum air yang sudah tercemar racun pestisida.

Dengan pola pertanian organik, biaya proses pengolahan lahan dan perawatan tanaman relatif kecil, lebih banyak mengandalkan tenaga kerja dan keseimbangan lingkungan menjadi lebih terjaga.

Pertanian organik sebagai pola pertanian yang mencoba untuk selaras dengan kaidah dan hukum alam menunjukkan perkembangan yang signifikan dari waktu ke waktu.. Perkembangan ini diakibatkan oleh beberapa faktor, khususnya peningkatan kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan di samping adanya alasan yang lain, yang lebih bersifat ideologis dan spiritual

Di seluruh dunia, orang menjadi semakin waspada terhadap munculnya berbagai jenis penyakit baru yang mematikan. Ditambah lagi dengan merebaknya pemberitaan dari berbagai belahan dunia mengenai bahaya mengonsumsi bahan makanan yang mengandung pestisida dan bahan-bahan kimia lain hasil serapan tanaman dari pemupukan dengan pupuk kimia.

Sementara itu, jika ditinjau dari aspek konservasi lingkungan, pelaku pertanian organik (petani, konsumen, LSM, pendamping, dan sebagainya) meyakini bahwa pertanian organik yang meniadakan asupan kimiawi memberikan kontribusi bagi keseimbangan ekosistem, khususnya air dan tanah.

Tidak pelak lagi, dengan berbagai alasan dan ideologi di belakangnya, pertanian organik semakin hari menunjukkan perkembangan yang pesat. Untuk mengetahui perkembangan itu, pada tahun 2003, Stiftung Oekologie and Landbau/Foundation Ecology and Agriculture melakukan riset untuk mengetahui prospek dan gambaran umum mengenai pertanian organik di seluruh dunia.

Riset tersebut menyatakan bahwa di tahun 2003 saja terdapat 23 juta hektar lahan pertanian organik di seluruh dunia. Adapun lahan pertanian organik terluas berada di Australia (10,5 juta ha), Argentina (3,2 juta ha), dan Italia (1,2 juta ha).
Sementara di wilayah Asia, negara dengan lahan pertanian organik terluas adalah India dan China. Bagaimana dengan Indonesia, yang notabene penduduknya sebagian besar mengandalkan produk-produk pertanian, serta mempergunakan sebagian besar lahannya untuk ditanami berbagai tanaman pertanian dan perkebunan. Akankah masih menggunakan pemupukan kimia, yang akan sangat berdampak jelek terhadap ekosistem dan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi produk pertanian kimiawi.

Belum lagi persaingan pasar yang semakin hari semakin menggandrungi produk pertanian organik dengan tingkat pertumbuhan antara 5-20 persen per tahun. Adapun yang menjadi pasar terbesar untuk produk pertanian organik adalah Eropa, AS, Kanada, dan Jepang. Sementara itu, International Federation for Organic Agriculture Movement-sebuah organisasi internasional yang menjadi payung gerakan organik seluruh dunia-memprediksi bahwa pertumbuhan pasar organik berada di kisaran 20-30 persen setiap tahun. Selain pasar utama (mainstream market), peningkatan jumlah perdagangan produk organik juga dialami oleh pasar alternatif yang lebih populer dengan sebutan fair trade.

Perdagangan yang adil atau fair trade adalah sebuah kemitraan perdagangan yang didasarkan pada keterbukaan, penghormatan terhadap hak petani dan produsen kecil juga berkontribusi terhadap konservasi lingkungan dengan tidak menggunakan bahan-bahan kimiawi dalam pembuatan sebuah produk (khususnya kerajinan).
Dalam praktiknya, fair trade diterjemahkan menjadi: rantai distribusi yang lebih pendek, pemberian harga premium kepada petani/produsen kecil di mana harga dihitung bukan saja didasarkan pada biaya produksi, tetapi juga biaya lain, seperti asuransi gagal panen, biaya penguatan dan pengembangan kelompok tani dan produsen, juga terjalinnya hubungan yang personal antara produsen dan konsumen melalui pertemuan rutin antara produsen-konsumen.

Di pasar fair trade, selain produk kerajinan tangan, juga terdapat tujuh produk organik yang diperjualbelikan, yaitu pisang, kakao, kopi, madu, gula, teh, dan juice buah (mangga dan jeruk). Untuk memperbesar pasar sekaligus memenuhi permintaan konsumen fair trade akan adanya diversifikasi produk, sejak beberapa tahun terakhir, Fair Trade Labelling Organization (FLO)- sebuah lembaga sertifikasi fair trade internasional yang berkantor pusat di Bonn- mengembangkan proses sertifikasi fair trade untuk beberapa produk, seperti buah segar (mangga, jeruk, nanas, dan apel), makanan ringan dan biskuit, selai, mawar, anggur, dan beras.
Kecenderungan atau trend permintaan produk organik yang tidak hanya dialami oleh negara-negara maju yang terletak di Eropa, Amerika Serikat, Kanada, maupun Jepang, tetapi juga Indonesia walaupun belum diperoleh data pasti mengenai jumlah perdagangan produk organik.

Untuk memperoleh manfaat dari arus perdagangan organik, baik dalam pasar mainstream maupun pasar alternatif/fair trade, dibutuhkan beberapa upaya untuk:
• Membangun kesadaran akan pentingnya pertanian organik, misalnya melalui kebijakan "Go Organic 2010" yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia, riset dan diseminasi wacana di berbagai media massa, pendampingan petani oleh lembaga swadaya, dan lain-lain;
• Meningkatkan kapasitas pada semua lini produksi maupun pascapanen. Hal ini penting karena pasar merupakan satu entitas dengan requirement/persyaratan dan kompleksitas tertentu yang memerlukan kesiapan setiap pelaku pasar, termasuk petani.
• Sementara pada sisi yang lain, mayoritas petani Indonesia adalah petani miskin yang memiliki luasan lahan kurang dari 0,25 ha dan memiliki keterbatasan akses terhadap teknologi, informasi, dan jaringan kerja.
• Ditambah dengan fakta bahwa petani termasuk dalam kelompok masyarakat marginal yang rentan dengan eksploitasi, maka pemberdayaan dan penghargaan atas kerja keras yang dilakukan petani merupakan sebuah tindakan yang mendesak untuk dilakukan;
• Penguatan dan pengembangan jaringan kerja karena ini adalah sebuah kerja besar yang memerlukan kerja sama yang solid antarberbagai pihak, baik petani selaku produsen yang terlibat langsung dalam proses produksi, akademisi, Pemerintah Indonesia, media, lembaga swadaya masyarakat, juga lembaga internasional, seperti IFOAM, FLO, dan lain sebagainya yang terlibat aktif dalam mengampanyekan gerakan pertanian organik di level internasional.

di ambil dari berbagai sumber

gravatar

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PADAT DENGAN MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI

Limbah peternakan merupakan produk dari usaha peternakan, yang keberadaannya tidak dikehendaki sehingga harus dibuang. Limbah peternakan terdiri dari banyak jenis sesuai ternak yang menghasilkannya. Usaha budidaya ternak (sapi) menghasilkan limbah berupa kotoran ternak (feces, urine). Selama ini pemanfaatan pupuk organik dimaksud langsung digunakan untuk pemupukan, tanpa melalui proses pengolahan. Kondisi ini dimungkinkan terjadi mengingat antara lain: tidak disadarinya manfaat dan fungsi pengolahan kotoran sapi, kurangnya pengetahuan proses pembuatan pupuk organik, kurangnya pemahaman mengenai nilai tambah pupuk organik dari kotoran ternak dan kurangnya pemahaman para peternak khususnya terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dari pencemaran lingkungan oleh kotoran ternak.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh limbah ternak (khususnya kotoran sapi) serta memberikan manfaat ekonomis bagi para peternak dan siapa pun yang terlibat di dalamnya, adalah melakukan proses pengolahan kotoran ternak untuk dijadikan bahan baku pembuatan pupuk organik granul. Pengolahan kotoran ternak ini secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, melakukan proses fermentasi. Proses pengomposan secara alamiah terjadi sangat lama, umumnya membutuhkan waktu hingga 6 bulan. Waktu pengomposan yang relatif lama menyebabkan proses pengomposan menjadi kurang efektif dalam penanganan limbah kotoran ternak, karena limbah yang dihasilkan terus terakumulasi setiap hari. Teknik pengomposan dapat dikembangkan dengan cara menambahkan inokulan tertentu ke dalam limbah peternakan, sehingga prosesnya terjadi lebih cepat. Dengan proses fermentasi ini, kotoran segar hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 14 (empat) belas hari sampai kotoran menjadi matang, atau menjadi kompos, untuk selanjutnya bisa digunakan sebagai salah satu bahan baku dasar pembuatan pupuk organik granul.

Manfaat dan Keuntungan Penerapan Teknologi Pembuatan Pupuk Organik Padat
1.Merupakan salah satu alternatif di dalam mencegah pencemaran lingkungan yang berdampak negatif terhadap ternak dan lingkungannya. Dengan demikian, merupakan bagian dari upaya menciptakan usaha peternakan yang berwawasan lingkungan.
2.Dari segi ekonomis dapat memberikan peningkatan pendapatan secara langsung dari pupuk bagi petani beserta keluarganya.
3.Dapat memberikan nilai tambah dari unsur hara yang terkandung dan pada akhirnya diharapkan dapat memberikan peningkatan produksi pertanian serta kesuburan tanaman lainnya.
4.Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat petani yang berada di pedesaan.
5.Dalam jangka panjang diharapkan akan dapat memperbaiki tekstur, struktur dan unsur biota tanah.

gravatar

Penanganan Limbah

Pendahuluan
Limbah sebagai sisa-sisa produksi yang tidak terpakai keberadaannya saat ini masih menjadi biang permasalahan. Berbagai macam bentuk limbah yang dihasilkan baik berupa cair, padat, maupun gas belum ditangani secara baik sehingga limbah yang seharusnya didaur ulang telah menjadi sumber pencemaran. Limbah tidak hanya dihasilkan dari dunia industri saja melainkan juga dari sektor pertanian.
Pesatnya pembangunan pertanian dalam rangka pengembangan agribisnis dan agroindustri yang berkesinambungan ini telah mendorong pertumbuhan sektor pertanian tetap terjadi peningkatan. Begitu pula halnya yang terjadi pada subsektor peternakan, meskipun saat ini Indonesia tengah menghadapi krisis, peternakan Indonesia masih tetap eksis bahkan menunjukkan peningkatan.
Peningkatan produksi yang didorong untuk memenuhi permintaan dalam maupun luar negeri memang memberikan keuntungan dan sangat diharapkan. Namun disisi lain, peningkatan produksi ternak secara tidak langsung tersebut juga menimbulkan ekses (dampak) negatif. Diantaranya adalah limbah yang dihasilkan dari ternak itu sendiri. Disadari atau tidak, limbah peternakan ini selain mengganggu lingkungan sekitar, juga dapat menimbulkan bibit penyakit bagi manusia.
Saat ini masyarakat masih kurang menyadari akan pentingnya upaya pengelolaan limbah peternakan yang dihasilkan sehingga terkesan tidak mau tahu. Kalaupun ada pihak yang berupaya menanganinya akan menjadi kurang efektif karena tidak mendapat dukungan dari pihak lain. Melihat kenyataan seperti itu timbullah suatu pertanyaan, bagaimana caranya mengelola limbah ternak agar selain tidak merusak lingkungan juga dapat memberikan keuntungan bagi sektor lain.
Limbah peternakan yang dihasilkan ada yang berupa kotoran (pupuk kandang) ada pula yang berupa sisa-sisa makanan. Setiap usaha peternakan baik itu berupa sapi, ayam, kambing, kuda, maupun babi akan menghasilkan kotoran. Namun jangan salah, kotoran yang dihasilkan ternak tersebut ternyata memiliki kandungan unsur hara yang tinggi sehingga tidak salah bila para petani menggunakannya sebagai pupuk dasar.
Kotoran yang dihasilkan ternak itu ada dua macam yaitu pupuk kandang segar dan pupuk kandang yang telah membusuk. Pupuk kandang segar merupakan kotoran yang dikeluarkan hewan ternak sebagai sisa proses makanan yang disertai urine dan sisa-sisa makanan lainnya. Sedangkan pupuk kandang yang telah membusuk adalah pupuk kandang yang telah disimpan lama sehingga telah mengalami proses pembusukan atau penguraian oleh jasad renik (mikroorganisme) yang ada dalam permukaan tanah.
Seperti yang telah disinggung di atas, kotoran hewan memiliki kandungan unsur hara yang cukup tinggi dan sangat lengkap. Dengan keunggulan tersebut maka manfaat dari penggunaan kotoran hewan ini antara lain:
1. Menambah zat atau unsur hara dalam tanah. Tanah yang miskin atau pun kurang subur memiliki kandungan unsur hara yang kurang mencukupi bagi pertumbuhan, sehingga pemberian pupuk terutama pupuk yang bersifat organik secara langsung akan mampu menambah unsur hara yang kurang memadai tersebut serta memberikan tambahan unsur hara baru yang belum ada.
2. Mempertinggi kandungan humus di dalam tanah. Humus sebagai hasil substansi yang berasal dari bahan organik seperti protein, lemak dan sisa-sisa tanaman yang telah mengalami proses penguraian sangat penting artinya bagi tanaman. Hal ini disebabkan humus bersifat koloid (bermuatan negatif) yang dapat meningkatkan absorpsi (penyerapan) dan pertukaran kation serta mencegah terlepasnya ion-ion penting. Selain itu humus juga berfungsi sebagai reservoar (pergantian) mineral untuk pengambilan oleh tumbuhan. Adanya pupuk kandang yang hampir sebagian besar berupa bahan organik akan dapat menambah kandungan humus yang ada. Semakin banyak humus terdapat pada tanah, maka tanah relatif semakin subur.
3. Mampu memperbaiki struktur tanah. Pada ABDI TANI edisi lalu telah disinggung bahwa struktur tanah yang baik ditunjang oleh keberadaan mikroorganisme organik yang cukup. Tanah yang strukturnya sudah rusak hampir tidak memiliki lagi mikroorganisme yang menunjang kesuburan tanah. Dengan memberikan pupuk kandang maka akan mengaktifkan kembali mikroorganisme yang ada melalui proses biologis dan kimia.
Peternakan ayam yang diusahakan dalam skala menengah maupun besar menghasilkan efek berupa limbah kotoran yang selain mencemari lingkungan juga menyebarkan bibit penyakit.
Mendorong atau memacu aktivitas kehidupan jasad renik di dalam tanah. Terkait dengan manfaat sebelumnya, pemberian pupuk kandang ini secara langsung akan menambah bahan organik yang ada. Ada ataupun tidaknya suatu jasad renik didalam, pemberian pukan ini justru akan mendorong atau memacu kehidupan jasad renik, yang pada akhirnya melalui proses penguraian akan menghasilkan tanah yang subur dan kaya akan bahan organik.

Kandungan Unsur Hara Tinggi dan lengkap
Pupuk kandang sebagai limbah ternak banyak mengandung unsur hara makro seperti Nitrogen (N), Fospat (P2O5), Kalium (K2O) dan Air (H2O). Meskipun jumlahnya tidak banyak, dalam limbah ini juga terkandung unsur hara mikro diantaranya Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), dan Boron (Bo). Banyaknya kandungan unsur makro pada pupuk kandang membuat penggunaannya hanya dilakukan pada saat pemupukan dasar saja. Hal ini erat kaitannya dengan jumlah unsur makro yang dibutuhkan tanaman yang tidak boleh melebihi rasio C/N =12. Sehingga pupuk kandang yang memiliki rasio C/N tinggi yaitu + 25 kurang baik bila digunakan untuk menyuburkan tanaman secara langsung.
Berdasarkan jenis hewannya, pupuk kandang terbagi kedalam lima macam yaitu limbah kambing, limbah sapi, limbah ayam, limbah babi dan limbah kuda. Masing-masing limbah tersebut memiliki karakteristik dan kandungan unsur hara yang berbeda (Tabel 1). Pada limbah sapi misalnya kandungan unsur haranya berbeda antara limbah cair maupun yang padat. Pada limbah sapi yang cair memiliki kandungan P lebih banyak dibandingkan yang padat. Dan sebaliknya kandungan K pada limbah sapi padat lebih banyak dibandingkan yang cair. Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa limbah (kotoran ayam) memiliki kandungan N dan P paling besar diantara limbah ternak lainnya. Sedangkan kandungan K paling besar terdapat pada limbah domba cair yaitu sebesar 2.1 %. Suatu limbah dapat digolongkan ke dalam pupuk panas bila memiliki kandungan air yang rendah. Kandungan yang rendah tersebut berimplikasi pada proses perubahan jasad renik secara aktif menjadi lebih cepat, sehingga waktu yang diperlukan jasad renik untuk dekomposisi (penguraian) pupuk ini lebih cepat.

Aplikasi
Hampir semua cara kerja limbah ternak ini berjalan cukup lambat dan membutuhkan waktu lama karena berkaitan dengan perubahan dekomposisi atau penguraian oleh jasad-jasad sebelum siap digunakan oleh tanaman. Pemberian pupuk kandang yang berbentuk cair dengan padat berbeda. Untuk pupuk padat yang dingin misalnya dapat diaplikasikan pada tanah maupun tanaman sekitar 3 – 4 minggu setelah masa pembuatan. Sedangkan pupuk padat yang panas dapat digunakan lebih cepat yaitu sekitar 1 – 2 minggu dari masa pembuatannya. Khusus limbah ternak cair berupa urine juga dapat dimanfaatkan sebagai perangsang perkembangan tanaman karena mengandung hormon. Limbah ini sebaiknya diberikan menjelang waktu tanam dengan mengencerkannya terlebih dahulu.
Penyimpanan limbah yang baik mutlak diperlukan agar gas amoniak yang terkandung tidak banyak mengalami penguapan. Untuk mencegah penguapan tersebut maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu (1) menumpuk sedemikian rupa supaya rongga udara semakin kecil, (2) mengatur penempatan pupuk kandang dengan memperkecil ruang bagi gas amoniak untuk menguap di udara, (3) membasahi tumpukan pupuk kandang dengan air sampai lembab dan (4) mengusahakan agar tempat penyimpanan pupuk yang bentuk padat terpisah dengan pupuk cair.

Dari berbagai sumber

gravatar

Pemanfaatan Pupuk Organik

PERTANIAN organik sebagai pola pertanian yang mencoba untuk selaras dengan kaidah dan hukum alam menunjukkan perkembangan yang signifikan dari waktu ke waktu.. Perkembangan ini diakibatkan oleh beberapa faktor, khususnya peningkatan kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan di samping adanya alasan yang lain, yang lebih bersifat ideologis dan spiritual

Di seluruh dunia, orang menjadi semakin waspada terhadap munculnya berbagai jenis penyakit baru yang mematikan. Ditambah lagi dengan merebaknya pemberitaan dari berbagai belahan dunia mengenai bahaya mengonsumsi bahan makanan yang mengandung pestisida dan bahan-bahan kimia lain hasil serapan tanaman dari pemupukan dengan pupuk kimia.

Sementara itu, jika ditinjau dari aspek konservasi lingkungan, pelaku pertanian organik (petani, konsumen, LSM, pendamping, dan sebagainya) meyakini bahwa pertanian organik yang meniadakan asupan kimiawi memberikan kontribusi bagi keseimbangan ekosistem, khususnya air dan tanah.

Tidak pelak lagi, dengan berbagai alasan dan ideologi di belakangnya, pertanian organik semakin hari menunjukkan perkembangan yang pesat. Untuk mengetahui perkembangan itu, pada tahun 2003, Stiftung Oekologie and Landbau/Foundation Ecology and Agriculture melakukan riset untuk mengetahui prospek dan gambaran umum mengenai pertanian organik di seluruh dunia.

Riset tersebut menyatakan bahwa di tahun 2003 saja terdapat 23 juta hektar lahan pertanian organik di seluruh dunia. Adapun lahan pertanian organik terluas berada di Australia (10,5 juta ha), Argentina (3,2 juta ha), dan Italia (1,2 juta ha).

Sementara di wilayah Asia, negara dengan lahan pertanian organik terluas adalah India dan China. Bagaimana dengan Indonesia, yang notabene penduduknya sebagian besar mengandalkan produk-produk pertanian, serta mempergunakan sebagian besar lahannya untuk ditanami berbagai tanaman pertanian dan perkebunan. Akankah masih menggunakan pemupukan kimia, yang akan sangat berdampak jelek terhadap ekosistem dan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi produk pertanian kimiawi.

Belum lagi persaingan pasar yang semakin hari semakin menggandrungi produk pertanian organik dengan tingkat pertumbuhan antara 5-20 persen per tahun. Adapun yang menjadi pasar terbesar untuk produk pertanian organik adalah Eropa, AS, Kanada, dan Jepang. Sementara itu, International Federation for Organic Agriculture Movement-sebuah organisasi internasional yang menjadi payung gerakan organik seluruh dunia-memprediksi bahwa pertumbuhan pasar organik berada di kisaran 20-30 persen setiap tahun. Selain pasar utama (mainstream market), peningkatan jumlah perdagangan produk organik juga dialami oleh pasar alternatif yang lebih populer dengan sebutan fair trade.

Perdagangan yang adil atau fair trade adalah sebuah kemitraan perdagangan yang didasarkan pada keterbukaan, penghormatan terhadap hak petani dan produsen kecil juga berkontribusi terhadap konservasi lingkungan dengan tidak menggunakan bahan-bahan kimiawi dalam pembuatan sebuah produk (khususnya kerajinan).

Dalam praktiknya, fair trade diterjemahkan menjadi: rantai distribusi yang lebih pendek, pemberian harga premium kepada petani/produsen kecil di mana harga dihitung bukan saja didasarkan pada biaya produksi, tetapi juga biaya lain, seperti asuransi gagal panen, biaya penguatan dan pengembangan kelompok tani dan produsen, juga terjalinnya hubungan yang personal antara produsen dan konsumen melalui pertemuan rutin antara produsen-konsumen.

Di pasar fair trade, selain produk kerajinan tangan, juga terdapat tujuh produk organik yang diperjualbelikan, yaitu pisang, kakao, kopi, madu, gula, teh, dan juice buah (mangga dan jeruk). Untuk memperbesar pasar sekaligus memenuhi permintaan konsumen fair trade akan adanya diversifikasi produk, sejak beberapa tahun terakhir, Fair Trade Labelling Organization (FLO)- sebuah lembaga sertifikasi fair trade internasional yang berkantor pusat di Bonn- mengembangkan proses sertifikasi fair trade untuk beberapa produk, seperti buah segar (mangga, jeruk, nanas, dan apel), makanan ringan dan biskuit, selai, mawar, anggur, dan beras.

Kecenderungan/tren permintaan produk organik yang tidak hanya dialami oleh negara-negara maju yang terletak di Eropa, Amerika Serikat, Kanada, maupun Jepang, tetapi juga Indonesia walaupun belum diperoleh data pasti mengenai jumlah perdagangan produk organik.

Untuk memperoleh manfaat dari arus perdagangan organik, baik dalam pasar mainstream maupun pasar alternatif/fair trade, dibutuhkan beberapa upaya untuk:

· Membangun kesadaran akan pentingnya pertanian organik, misalnya melalui kebijakan "Go Organic 2010" yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia, riset dan diseminasi wacana di berbagai media massa, pendampingan petani oleh lembaga swadaya, dan lain-lain;

· Meningkatkan kapasitas pada semua lini produksi maupun pascapanen. Hal ini penting karena pasar merupakan satu entitas dengan requirement/persyaratan dan kompleksitas tertentu yang memerlukan kesiapan setiap pelaku pasar, termasuk petani.

· Sementara pada sisi yang lain, mayoritas petani Indonesia adalah petani miskin yang memiliki luasan lahan kurang dari 0,25 ha dan memiliki keterbatasan akses terhadap teknologi, informasi, dan jaringan kerja.

· Ditambah dengan fakta bahwa petani termasuk dalam kelompok masyarakat marginal yang rentan dengan eksploitasi, maka pemberdayaan dan penghargaan atas kerja keras yang dilakukan petani merupakan sebuah tindakan yang mendesak untuk dilakukan;

· Penguatan dan pengembangan jaringan kerja karena ini adalah sebuah kerja besar yang memerlukan kerja sama yang solid antarberbagai pihak, baik petani selaku produsen yang terlibat langsung dalam proses produksi, akademisi, Pemerintah Indonesia, media, lembaga swadaya masyarakat, juga lembaga internasional, seperti IFOAM, FLO, dan lain sebagainya yang terlibat aktif dalam mengampanyekan gerakan pertanian organik di level internasional.

gravatar

Pertanian Organik

Keluhan-keluhan masyarakat utamanya masyarakat menengah ke atas tentang berbagai penyakit seperti stroke, penyempitan pembuluh darah, pengapuran, dan lain-lain, yang disebabkan pola makan. Banyak sekali bahan makanan yang diolah dengan berbagai tambahan bahan kimia. Disamping itu budaya petani yang menggunakan pestisida kimia dengan frekuensi dan dosis berlebih akan menghasilkan pangan yang meracuni tubuh konsumen. Adanya logam-logam berat yang terkandung di dalam pestisida kimia akan masuk ke dalam aliran darah. Bahkan makan sayur yang dulu selalu dianggap menyehatkan, kini juga harus diwaspadai karena sayuran banyak disemprot pestisida kimia berlebih.

Pada saat ini satu dari empat orang Amerika mengkonsumsi produk organik. Di negara itu, laju pertumbuhan produk organik sangat luar biasa, yakni lebih dari 20 % setiap tahunnya dalam sepuluh tahun terakhir ini, dan hal tersebut membuat pertanian organik tumbuh sangat cepat dalam mengisi sektor ekonomi (Wood, Chaves dan Comis, 2002).

Dalam era globalisasi, pasar sayuran organik sangat terbuka dan saat ini Australia telah mengambil peluang ini dengan mengekspor sayuran organik ke pasar Amerika, beberapa negara Eropa seperti Inggris, Jerman dan Perancis, Jepang, juga ke beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singpura (McCoy, 2001). Keadaan ini juga dicermati negara Asia seperti Thailand yang sejak tahun 1995 telah mengeluarkan standarisasi dan sertifikasi tentang produk organik (ACT, 2001). Peluang Indonesia menjadi produsen pangan organik dunia, cukup besar. Disamping memiliki 20% lahan pertanian tropic, plasma nutfah yang sangat beragam, ketersediaan bahan organik juga cukup banyak. Namun menurut IFOAM (International Federation of Organic Agricultural Movement) Indonesia baru memanfaatkan 40.000 ha. (0.09%) lahan pertaniannya untuk pertanian organik, sehingga masih diperlukan berbagai program yang saling sinergis untuk menghantarkan Indonesia sebagai salah satu negara produsen organik terkemuka Indonesia yang beriklim tropis.

Merupakan modal SDA yang luar biasa dimana aneka sayuran, buah dan tanaman pangan hingga aneka bunga dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Survey BPS (2000) menunjukkan produksi sayuran di Indonesia, diantaranya bawang merah, kubis, sawi, wortel dan kentang berturut-turut 772.818, 1.336.410, 484.615, 326.693 dan 977.349 ton pada total area seluas 291.192 Ha. Selanjutnya survey yang dilakukan oleh Direktorat Tanaman Sayuran, Hias dan Aneka Tanaman menunjukkan bahwa kebutuhan berbagai sayuran di 8 pasar swalayan di Jakarta sekitar 766 ton per bulan, dimana sekitar 5 % adalah sayuran impor.

Sejak tahun 1990, isu pertanian organik mulai berhembus keras di dunia. Sejak saat itu mulai bermunculan berbagai organisasi dan perusahaan yang memproduksi produk organik. Di Indonesia dideklarasikan Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA) pada tgl 1 Februari 2000 di Malang. Di Indonesia telah beredar produk pertanian organik dari produksi lokal seperti beras organik, kopi organik, teh organik dan beberapa produk lainnya. Demikian juga ada produk sayuran bebas pestisida seperti yang diproduksi oleh Kebun Percobaan Cangar FP Unibraw Malang. Walaupun demikian, produk organik yang beredar di pasar Indonesia sangat terbatas baik jumlah maupun ragamnya. Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik zat tumbuh, maupun pestisida dan terutama pupuk.

Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistic dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan.

Sebenarnya, petani kita di masa lampau sudah menerapkan sistem pertanian organik dengan cara melakukan daur ulang limbah organik sisa hasil panen sebagai pupuk. Namun dengan diterapkannya kebijakan sistem pertanian kimiawi yang berkembang pesat sejak dicanangkannya Gerakan Revolusi Hijau pada tahu 1970-an, yang lebih mengutamakan penggunaan pestisida dan pupuk kimiawi, walaupun untuk sementara waktu dapat meningkatkan produksi pertanian, pada kenyataannya dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, yang akhirnya bermuara kepada semakin luasnya lahan kritis dan marginal di Indonesia. Sistem pertanian organik sebenarnya sudah sejak lama diterapkan di beberapa negara seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan Amerika Serikat (Koshino, 1993).

Pengembangan pertanian organik di beberapa negara tersebut mengalami kemajuan yang pesat disebabkan oleh kenyataan bahwa hasil pertanian terutama sayur dan buah segar yang ditanam dengan pertanian sistem organik (organic farming system) mempunyai rasa, warna, aroma dan tekstur yang lebih baik daripada yang menggunakan pertanian anorganik (Park 1993 dalam Prihandarini, 1997). Selama ini limbah organik yang berupa sisa tanaman (jerami, tebon, dan sisa hasil panen lainnya) tidak dikembalikan lagi ke lahan tetapi dianjurkan untuk dibakar (agar praktis) sehingga terjadi pemangkasan siklus hara dalam ekosistem pertanian. Bahan sisa hasil panen ataupun limbah organik lainnya harus dimanfaatkan atau dikembalikan lagi ke lahan pertanian agar lahan pertanian kita dapat lestari berproduksi sehingga sistem pertanian berkelanjutan dapat terwujud.

Teknik Budidaya merupakan bagian dari kegiatan agribisnis harus berorientasi pada permintaan pasar. Paradigma agribisnis : bukan Bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan, tapi Bagaimana menghasilkan produk yang dapat dipasarkan. Terkait dengan itu, teknik budidaya harus mempunyai daya saing dan teknologi yang unggul. Usaha budidaya organik tidak bisa dikelola asal-asalan, tetapi harus secara profesional. Teknik budidaya organik merupakan teknik budidaya yang aman, lestari dan mensejahterakan petani dan konsumen.

Oleh karena itu perlu upaya perbaikan agar penggunaan pupuk dapat dilakukan seefisien mungkin dan ramah lingkungan. Adanya kejenuhan produksi akibat penggunaan pupuk kimia apalagi yang melebihi dosis, selain menimbulkan pemborosan juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif terutama pencemaran air tanah dan lingkungan, khususnya yang menyangkut unsur pupuk yang mudah larut seperti nitrogen (N) dan kalium (K). Selain itu, pemberian nitrogen berlebih disamping menurunkan efisiensi pupuk lainnya, juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya meningkatkan gangguan hama dan penyakit akibat nutrisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut, sehingga kaidah penggunaan sumber daya secara efisien dan aman lingkungan dapat diterapkan.

Upaya peningkatan efisiensi telah mendapat dukungan kuat dari kelompok peneliti bioteknologi berkat keberhasilannya menemukan pupuk organik yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. Pengembangan industri pupuk organik mempunyai prospek yang cerah dan menawarkan beberapa keuntungan, baik bagi produsen, konsumen, maupun bagi perekonomian nasional.

Upaya pembangunan pertanian yang terencana dan terarah yang dimulai sejak Pelita pertama tahun 1969, telah berhasil mengeluarkan Indonesia dari pengimpor beras terbesar dunia menjadi negara yang mampu berswasembada beras pada tahun 1984. Namun di balik keberhasilan tersebut, akhir-akhir ini muncul gejala yang mengisyaratkan ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pupuk. Keadaan ini sangat memberatkan petani, lebih-lebih dengan adanya kebijakan penghapusan subsidi pupuk dan penyesuaian harga jual gabah yang tidak berimbang.

Beberapa penelitian yang menyangkut efisiensi penggunaan pupuk, khususnya yang dilakukan oleh kelompok peneliti bioteknologi pada beberapa tahun terakhir, sangat mendukung upaya penghematan penggunaan pupuk kimia. Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan peningkatan daya dukung tanah dan/atau peningkatan efisiensi produk pupuk dengan menggunakan mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi dampak pencemaran air tanah serta secara keseluruhan adalah pencemaran lingkungan yang timbul akibat pemakaian pupuk kimia berlebihan.

Industri pupuk organik saat ini mulai tumbuh dan berkembang, beberapa perusahaan yang bergerak dibidang pupuk organik cukup banyak bermunculan. Sampah dan terutama limbah kotoran ternak, yang notabene juga akan menjadi sumber pencemar lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik dan benar diolah dengan menggunakan teknologi modern dengan penambahan nutrien tertentu sehingga menghasilkan pupuk organik yang berkualitas.

Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dosis pupuk dan dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia dapat secara nyata dikurangi. Kemampuan pupuk organik untuk menurunkan dosis penggunaan pupuk konvensional sekaligus mengurangi biaya pemupukan telah dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian, baik untuk tanaman pangan (padi, kedelai, jagung, dan kentang) maupun tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao, teh, dan tebu) yang diketahui selama ini sebagai pengguna utama pupuk konvensional (pupuk kimia).

Lebih lanjut, pamakaian pupuk organik dengan kemampuannya untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan terbukti sejalan dengan kemampuannya menurunkan dosis penggunaan pupuk kimia. Beberapa hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia, penggunaan pupuk organik terbukti dapat menekan kebutuhan pupuk urea hingga 100 persen, TSP/SP36 hingga 50 persen, kapur pertanian hingga 50 persen. Biaya yang dihemat mencapai Rp. 50.000/ha, sedangkan produksi kedelai meningkat antara 2,45 hingga 57,48 persen. Keuntungan yang diperoleh petani kedelai naik rata-rata p. 292.000/ha, terdiri dari penghematan biaya pemupukan sebesar Rp. 50.000/ha, dan kenaikan produksi senilai Rp. 242.000/ha (Saraswati et al., 2008).

Pengujian lapang terhadap tanaman pangan (kentang, jagung, dan padi) juga menunjukkan hasil yang menggembirakan, karena selain dapat menghemat biaya pupuk, juga dapat meningkatkan produksi khususnya untuk dosis 75 persen pupuk kimia (anorganik) ditambah 25 persen pupuk organik (Goenadi et. al., 1998). Pada kombinasi 75 persen pupuk kimia (anorganik) ditambah 25 persen pupuk organik tersebut biaya pemupukan dapat dihemat sebesar 20,73 persen untuk tanaman kentang ; 23,01 persen untuk jagung ; dan 17,56 persen untuk padi. Produksi meningkat masing-masing 6,94 persen untuk kentang, 10,98 persen untuk jagung, dan 25,10 persen untuk padi. Penggunaan pupuk organik hingga 25 persen akan mengurangi biaya produksi sebesar 17 hingga 25 persen dari total biaya produksi.

Dengan adanya diversifikasi produk dari pupuk organik ini maka prospek pengembangan industri pupuk organik ke depan akan semakin menguntungkan sehingga lahan pekerjaan baru akan semakin luas.

gravatar

Selayang Pandang

Tanah sangat penting artinya bagi usaha pertanian karena kehidupan dan perkembangan tumbuh-tumbuhan dan segala makhluk hidup di dunia sangat memerlukan tanah. Akan tetapi arti yang penting ini kadang-kadang diabaikan oleh manusia, sehingga tanah tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Tanah menjadi gersang dan dapat menimbulkan berbagai bencana, sehingga tidak lagi menjadi sumber dari segala kehidupan.

Kita dituntut agar dapat melestarikan “arti penting” tanah bagi segala kehidupan di dunia. Artinya kita sebagai manusia tidak sepantasnya hanya mengeruk keuntungan yang terdapat dalam tanah, melainkan mempunyai kewajiban untuk memelihara tanah tersebut, agar tanah tetap dapat berfungsi memberikan atau menyediakan sumber kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya yang tumbuh dan berkembang di dunia.

Bagi usaha pertanian tanah mempunyai arti yang penting selain iklim dan air. Segala tumbuh-tumbuhan dan hasil-hasilnya yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia sepanjang masa akan sangat tergantung kepada keadaan tanah. Padahal di lain pihak juga diketahui bahwa usaha pertanian menginginkan hasil yang sebanyak-banyaknya, sehingga kemudian dicari cara untuk memanfaatkan potensi tanah pertanian seoptimal mungkin melalui berbagai usaha.

Salah satu hasil pemikiran mengenai peningkatan kemampuan tanah adalah revolusi hijau yang dikembangkan di Indonesia pada awal 1970-an atau tepatnya pada tahun 1968 dengan dikenal dengan program BIMAS yang telah mampu mengubah sikap petani dari anti teknologi menjadi sikap mau memanfaatkan teknologi pertanian modern, seperti pupuk kimia, obat-obatan perlindungan dari hama dan bibit unggul. Pada dasarnya penggunaan teknologi tersebut ditujukan untuk meningkatkan produktivitas tanah.

Dalam kenyataannya, memang revolusi hijau tersebut telah mampu mencapai tujuan makronya yaitu peningkatan produktivitas, khususnya pada sub sektor pangan. Akan tetapi pada tingkat mikro, revolusi hijau tersebut telah menimbulkan dampak negatif pada kondisi tanah itu sendiri yaitu adanya gangguan keseimbangan unsur hara dalam tanah, bagi kesehatan manusia kandungan residu pestisida dalam produk pangan yang menggunakan pupuk kimia membahayakan tubuh manusia.

Dari berbagai akibat penggunaan pupuk kimia tersebut masalah yang timbul antara lain:

1. Tanaman menjadi sangat rawan terhadap hama, meskipun produktivitasnya tinggi namun tidak memiliki ketahanan terhadap hama.

2. Pembodohan terhadap petani yang diindikasikan dengan hilangnya pengetahuan lokal dalam mengelola lahan pertanian dan ketergantungan petani terhadap paket teknologi pertanian produk industri.


LATAR BELAKANG

1. Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia/anorganik tersebut menjadikan sarana dan prasarana produksi pertanian menjadi rawan terhadap permainan harga oleh produsen maupun kondisi eksternal lain. Sebagai contoh pada saat krisis moneter di Indonesia yang mulai terjadi pada tahun 1997, maka dengan rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, mengakibatkan sarana produksi pertanian seperti pupuk, pestisida harganya naik antara 200 – 400% sehingga pemakaian pupuk menurun yang mengakibatkan produktivitas pertanian ikut menurun.

2. Memasuki era pasar bebas dengan diberlakukannya standar tertentu dalam setiap produk termasuk produk pertanian, pemberlakukan standard ISO dan Eco-Labelling yang mensyaratkan produksi yang ramah lingkungan, maka sektor pertanian memperoleh tantangan baru dan membutuhkan permikiran yang serius bagi ahli pertanian dan ahli yang terkait agar tetap mampu bersaing di dunia internasional. Penggunaan bahan organik yang recycleable dan ramah lingkungan dalam produksi pertanian agar diupayakan untuk tetap mempertahankan produktivitas lahan.

Berkaitan dengan hal tersebut, hampir 90% produk-produk pertanian di Indonesia diproduksi dengan menggunakan bahan anorganik seperti pupuk kimia dan pestisida, sehingga besar kemungkinan produk pertanian Indonesia tidak memenuhi standar internasional dan tidak diminati oleh pasar internasional. Kurangnya minat pasar internasional terhadap produk pertanian dalam negeri tersebut dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran mengenai kesehatan makanan, padahal dengan penggunaan bahan-bahan kimia dalam pertanian dapat mengganggu kesehatan manusia.

Oleh karena itu untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dalam menghasilkan produk pertanian yang mampu bersaing di pasar internasional perlu diupayakan pemenuhan terhadap minat konsumen yang membutuhkan konsumsi pangan bebas bahan anorganik. Untuk itu perlu segera digalakkan produk-produk pertanian organik di Indonesia dengan cara meningkatkan penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik sebagai sarana produksinya yang didukung dengan keanekaragaman hayati terutama bibit dan pestisida organik.

Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah secara aman, dan di lain pihak, produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga aman dikonsumsi.

Secara kualitatif, kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak dapat lebih unggul daripada pupuk anorganik. Namun penggunaan pupuk organik secara terus-menerus dalam rentang waktu tertentu akan menjadikan kualitas tanah lebih baik dibanding penggunaan pupuk anorganik. Selain itu penggunaan pupuk organik tidak akan meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia. Bahkan produk-produk yang dihasilkan akan diterima negara-negara yang mensyaratkan ambang batas residu yang sudah diberlakukan pada produk-produk tertentu.

Saat ini ada beberapa jenis pupuk organik sebagai pupuk alam berdasarkan bahan dasarnya, yaitu pupuk kandang, kompos, humus, pupuk hijau, dan pupuk mikroba. Sedangkan ditinjau dari bentuknya ada pupuk organik cair dan ada pupuk organik padat. Sebagai contoh kompos merupakan contoh pupuk organik padat yang dibuat dari bahan organik padat (tumbuh-tumbuhan), sedangkan thilurine adalah pupuk organik cair yang dibuat dari bahan organik cair (urine sapi). Pupuk organik dapat dibuat dari limbah, contohnya limbah peternakan sapi perah dan sapi potong, baik berupa feses (kotoran) maupun urinenya dapat dijadikan bahan pembuatan pupuk organik.

Dengan melihat beberapa kecenderungan di atas, pengolahan limbah ternak berupa kotoran sapi untuk dijadikan salah satu bahan pembuatan pupuk organik sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi tanah serta kualitas hasil produksi pertanian, maka sekaligus akan mendongkrak animo pasar untuk melirik pupuk yang berbahan dasar organik. Hal tersebut juga ditengarai dengan semakin bermunculannya pabrik-pabrik pupuk yang berbasis organik guna memenuhi kebutuhan masyarakat petani akan ketersediaan pupuk yang selain dapat meningkatkan hasil produksi, juga ramah terhadap lingkungan, dalam arti sanggup mengembalikan kesuburan tanah dan sekaligus memeliharanya.

Selain dampak-dampak positif seperti di uraikan di atas, pengolahan limbah ternak juga memberikan output positif lain, di antaranya:

1. Bagi Masyarakat:

a. Memberikan sumber lapangan kerja baru

b. Alih Teknologi

c. Fungsi sosial, ekonomi dan budaya.


2. Bagi Pemerintah

a. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)

b. Pengembangan Wilayah

c. Pendukung program pemerintah, antara lain:

· Menyediakan Lapangan Kerja

· Pengentasan Kemiskinan

· Meningkatkan peranserta masyarakat dalam pembangunan

3. Bagi Pengelola:

a. Investasi

b. Turut serta dalam pembangunan bangsa