Archives

gravatar

Pupuk Pembenah Tanah

Selama kurun waktu 25 tahun terakhir, terjadi peningkatan penggunaan pupuk kurang lebih lima kali lipat, sementara produksi pertanian cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk sangat tidak efisien, karena penurunan produktivitas lahan sebagai akibat dari penurunan kandungan bahan organik tanah.

Masyarakat pertanian konvensional berusaha memacu produksi tanpa memperhatikan kesuburan tanah terutama ketersediaan bahan organik tanah dan faktor lingkungan, sehingga terjadi penurunan kesuburan tanah, tandus dan kerusakan lingkungan. Untuk memulihkan kesuburan tanah dan kelestarian lingkungan dibutuhkan masa istirahat (bero) dalam waktu yang cukup lama dan masukkan bahan organik yang cukup.
Keadaan tanah yang optimal untuk pertumbuhan tanaman diperlukan bahan organik tanah di lapisan olah (top soil) minimal 2%. Untuk mencapai kondisi tanah tersebut, diperlukan penambahan bahan organik berupa limbah pertanian dan limbah peternakan minimal 8-9 ton/ha setiap tahun.

Departemen Pertanian mempunyai program untuk menekan penggunaan pupuk kimiawi yang berlebihan dengan mensosialisasikan pemanfaatan bahan organik berupa kotoran ternak, limbah tanaman, limbah organik yang lain. Limbah tanaman, limbah ternak dan limbah organik lain tersebut supaya segera tersedia untuk tanaman, dapat diproses terlebih dahulu menjadi pupuk kompos, bokashi ataupun lainnya.

Pupuk kompos, terutama pupuk kompos kotoran ternak ialah bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami dibandingkan bahan pembenah tanah sintetis. Secara umum pupuk kompos mengandung unsur hara makro N,P,K rendah, tetapi mengandung unsur hara mikro dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan tanaman.

Bahan organik berupa kotoran ternak yang telah mengalami proses pengomposan, sangat baik dan menjadi pupuk organik yang stabil yang mempunyai C/N antara 10/1-15/1. Pemberian pupuk kompos kotoran ternak dapat meningkatkan kesuburan tanah karena dapat memperbarki sifat fisik, kimia dan biologi tanah dan sekaligus sebagai penyedia unsur hara dalam waktu lama sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Pupuk kompos kotoran kambing, sapi dan ayam banyak tersedia di pedesaan di seluruh Indonesia dan dapat digunakan sebagai sumber unsur hara untuk pertumbuhan tanaman yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Kandungan utama pupuk organik adalah karbon dalam bentuk senyawa organik dan dimanfaatkan mikroorganisme sebagai sumber energi, kemudian bahan tersebut dialih rupakan menjadi senyawa seperti humus yang bersifat lebih stabil.

gravatar

Efisiensi Pupuk Organik Dibanding An-organik

Pemakaian pupuk an-organik di dunia meningkat dengan cepat sekitar tahun 1948–1957, sedang kenaikan pemakaian pupuk di dunia kurang lebih 93.3%. terutama di negara-negara yang sedang berkembang kenaikan telah mencapai angka yang sangat tinggi, seperti di Asia kenaikannya mencapai 228.6%, di Afrika 187.3%, sedang negara-negara maju kenaikannya relatif kecil.

Akhir-akhir ini, perkembangan pemakaian pupuk buatan di indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan garis kebijaksanaan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan di bidang Pertanian, antara lain dinyatakan bahwa: “dalam pelaksanaan intensifikasi denga panca usaha lengkap diusahakan agar para petani dapat menggunakan pupuk secara ekonomis” (Sutejo, 2002).

Pemanfaatan teknologi pertanian dalam segala bidang diperlukan untuk meningkatkan produksi pertanian. Pemupukan, seleksi tanaman, pemberantasan hama penyakit, penyediaan air yang cukup, aplikasi bioteknologi dan sebagainya perlu dilakukan untuk mencapai maksud tersebut. Pemupukan merupakan salah satu usaha penting untuk meningkatkan produksi, bahkan sampai sekarang dianggap sebagai faktor yang dominan dalam produksi, bahkan sampai sekarang dianggap sebagai faktor yang dominan dalam produksi pertanian. Penggunaan pupuk an-organik yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, telah mencemaskan pakar lingkungan hidup karena dampak polusi yang ditimbulkannya. Sampai akhir abad XX pemupukan merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi karena belum ada alternatif lain untuk menggantikannya.

Data yang dipaparkan oleh Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1996, luas lahan kritis di indonesia sudah mencapai 12,5 juta hektar, dengan perincian 8 juta berasal dari lahan pertanian dan sisanya 4,5 juta hektar berasal dari kawasan hutan (BPS, 1998). Kondisi ini akan lebih parah lagi karena diperkirakan setiap tahun lahan kritis bertambah 300.000 hingga 600.000 hektar jika penggunaan pupuk dan pestisida kimia tidak dikurangi.

Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus menjadi penyebab menurunnya kesuburan lahan bila tidak diimbangi dengan penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati. Selama 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan kebutuhan pupuk kimia hingga 500%, sementara itu produksi padi hanya meningkat 50%. Berfungsinya pabrik-pabrik yang mengolah berbagai bahan baku menjadi barang-barang jadi melalui proses kimia yang pembuangan limbah industrinya (air dan cairan) tidak memperhatikan keadaan lingkungan dan tidak mau memelihara keadaan tanah di sekitarnya, akan menyebabkan tanah tidak berproduksi sebagaimana mestinya. Bahkan sering kali tidak berproduktif lagi. Ini disebabkan mikro-organisme dan unsur-unsur hara yang terkandung mengalami keracunan. Dalam kejadian seperti ini pemulihannya kembali akan memakan waktu yang cukup lama.

Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil-hasil akhir dari perubahan atau peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (seresah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan sebagainya (Sutejo, 2002).

gravatar

Pupuk Organik Beserta Kelebihannya

Kemampuan tanah sebagai medium untuk menunjang pertumbuhan tanaman digunakanan dalam berbagai batasan. Dua batasan yang sering digunakan secara rancu adalah produktivitas tanah dan kesuburan tanah. Produktivitas tanah diberi batasan sebagai kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan suatu tanaman (atau sekuen tanaman) yang diusahakan dengan sistem pengelolaan tertentu. Produktivitas tanah merupakan perwujudan dari seluruh factor (tanah dan bukan tanah) yang mempengaruhi hasil tanaman.
Bahwa susunan tanah yang optimal bagi pertanian (menurut Buckman dan Bardy 1961) adalah: Hawa 25%, Air 25%, Mineral 45% dan bahan Organis 5%. Kemudian perlu diingat bahwa zat-zat mineral menentukan pertumbuhan tanaman dan sekaligus menentukan produksinya. Dengan demikian maka kesuburan tanah tidak dapat dipisahkan dari produktivitas tanah.

Zat-zat mineral yang merupakan zat makanan untuk tanaman dibagi menjadi 2 golongan yaitu zat makro yang terdiri dari zat-zat: zat arang, oksigen, hidrogen, nitrogen, fosfat, kalium, kapur, magnesium, dan belerang. Sedang zat Mikro terdiri dari zat-zat: Borium, Chlor, kuningan, besi, mangan, molibdenum dan seng.
Ketidaklengakapan dari zat makro dan mikro dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan, pengembangbiakan dan produktivitas tanaman. Ketidaklengkapan salah satu makro atau mikro elemen tersebut dapat dikoreksi dengan pemupukan (perabukan). Kedua golongan zat makanan tersebut berada di dalam tanah dalam bentuk batu-batuan, partikel-partikel tanah. Dengan kata lain, dalam bentuk ”anorganis”, dan dalam bentuk sisa-sisa mikro fauna/flora. Sisa-sisa hewan dan tanaman disingkatnya dalam bentuk ”organis” (Rismunandar, 1993).

Pupuk anorganic atau pupuk buatan yang merupakan hasil industri atau hasil dari pabrik-pabrik pembuat pupuk (pupuk dari pabrik sriwijaya, pupuk kujang, dan lain-lain), pupuk mana mengandung uunsur-unsur hara atau zat-zat makanan yang diperlukan tanaman. Pupuk-pupuk tersebut pada umumnya mengandung unsur hara yang tinggi.
Di daerah-daerah tropic terutama bagi penduduknya yang melakukan usaha di bidang pertanian pupuk anorganik sangat dikenal dan disukai, hal ini dikarenakan:
Selain karena pupuk alam keadaan dan jumlahnya kurang dapat mencukupi kebutuhan, juga karena pupuk buatan sangat praktis dalam pemakaian, artinya pemakaian dapat disesuaikan dengan perhitungan hasil penyelidikan akan defisiensi unsur hara yang tersedia dalam kandungan tanah.
Penyediaan pupuk anorganik bagi para pemakainya dapat meringankan ongkos-ongkos angkutan, mudah didapat, dapat disimpan lama dan konsentrasinya akan zat-zat makanan bagi tumbuhan dan perkembangan tanaman ternyata sangat tinggi.

Selain keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dengan pemanfaatan pupuk anorganik, tentu pula ada keburukan-keburukannya, yaitu: kalau tidak hati-hati dalam penggunaannya dapat membahayakan manusia; pemakaian yang berlebihan, selain tidak ekonomis, dapat pula membahayakan pertumbuhan tanaman; pada umumnya hanya sedikit sekali mengandungan unsur-unsur mikro atau bahkan sama sekali tidak mengandungnya.
Usaha lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah adalah dengan melakukan pemupukan dengan pupuk organik atau pupuk kandang. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang tidak terlalu tinggi, tetapi jenis pupuk ini mempunyai keistimewaan lain yang dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah seperti permeabelitas tanah, porositas tanah, daya menahan air dan kation-kation tanah dan sebagainya.

Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil-hasil akhir dari perubahan atau peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (seresah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan sebagainya. Guano terdiri dari kotoran-kotoran binatang yang oleh karena pengaruh alam maka lambat laun mengalami perubahan-perubahan kandungan utamanya adalah P dan N, tetapi ada pula guano yang mengandung K. Syarat-syarat yang dimiliki pupuk organik, yaitu; zat N atau zat lemasnya harus terdapat dalam bentuk persenyawaan organik, jadi harus mengalami peruraian menjadi perenyawaan N yang mudah dapat diserap oleh tanaman-tanaman; pupuk tersebut dapat dikatakan tidak meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah; dan pupuk tersebut seharusnya mempunyai kadar persenyawaan C organik yang tinggi, seperti hidrat arang.

Menurut penelitian WAKSMAN, pupuk organik di dalam tanah dapat memperbesar populasi jasad renik, yaitu dapat mempengaruhi terhadap perkembangbiakan bakteri dan Actynomycetes.

gravatar

Penanggulangan Limbah Kotoran Sapi

Seiring dengan semakin meningkatnya tingkat kebutuhan manusia, terutama mengenai tuntutan pemenuhan kebutuhan protein hewani maka usaha peternakan dirasakan semakin meningkat. Salah satu bidang usaha peternakan yang sedang berkembang di Indonesia saat ini adalah usaha penggemukan sapi dan peternakan sapi perah. Khususnya di Sukabumi, Usaha Peternakan Sapi Perah yang telah ada dan semakin berkembang, akan meningkatkan pula limbah peternakan yang dihasilkan. Limbah dari usaha peternakan sapi perah ini sangat potensial sebagai sumber daya dan juga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, seperti pencemaran air berupa terakumulasinya sulfit dalam air, pencemaran tanah yang menyebabkan pH tanah terlalu asam dan pencemaran udara berupa bau tidak sedap yang disebabkan oleh amoniak (NH3) dan dihidrogen sulfida (H2S) yang terdapat pada limbah hewan, terutama feses atau kotoran padat. Bau yang tidak enak ini selain mengganggu kenyamanan udara bagi masyarakat setempat, juga akan merangsang lalat dan nyamuk untuk datang dan berkembang biak di tempat timbunan limbah tersebut, yang pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti disentri dan diare pada ternak itu sendiri, juga pada manusia yang berada disekitar usaha tersebut berada.

Limbah yang dihasilkan dari usaha sapi perah terdiri dari limbah sisa pakan, urine sapi dan feses sapi atau secara umum terbagi menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dari usaha peternakan sapi perah terutama feses sapi merupakan limbah terbesar yang dihasilkan dari usaha tersebut. Feses yang dihasilkan dari seekor sapi perah dewasa rata-rata sebanyak 6 % dari bobot tubuhnya, jadi jika suatu usaha penggemukan sapi potong mempunyai kapasitas kandang untuk 1.000 ekor sapi potong dengan bobot tubuh sapi rata-rata 350 Kg, maka dalam sehari akan diperoleh feses sebanyak 21 ton.

Limbah peternakan sebagian besar berupa bahan organik. Hal ini menunjukkan bahwa apabila dikelola dengan cara yang benar dan tepat peruntukkannya, limbah peternakan masih memiliki nilai sebagai sumberdaya yang potensial bermanfaat. Sejak dahulu limbah peternakan sudah digunakan oleh petani sebagai bahan sumber pupuk organik, namun karena pengaruh intensifikasi pertanian, pemanfaatan tersebut kian berkurang. Selain itu juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi pengolahan limbah peternakan yang masih belum mampu memenuhi tuntutan kebutuhan petani pada masa itu. Pengolahan limbah sebagai pupuk masih dilakukan secara konvensional, yaitu dibiarkan menumpuk dan mengalami proses degradasi secara alami. Teknologi yang tepat dan benar belum dikembangkan.

Teknik pengomposan merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk menanggulangi limbah feses peternakan sapi perah ini. Dengan cara ini, biaya operasional relatif lebih murah dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Selain itu dengan pengomposan juga dapat memperkaya unsur hara pupuk organik yang dihasilkan dari pengolahan limbah peternakan tersebut.
Teknik pengomposan merupakan salah satu cara pengolahan limbah yang memanfaatkan proses biokonversi atau transformasi mikrobial. Biokonversi itu sendiri adalah proses-proses yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk merubah suatu senyawa atau bahan menjadi produk yang mempunyai struktur kimiawi yang berhubungan. Proses biokonversi limbah dengan cara pengomposan menghasilkan pupuk organik yang merupakan hasil degradasi bahan organik. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah bahan organik limbah sudah terdegradasi dengan baik adalah perubahan bahan organik limbah menjadi unsur hara, terutama unsur hara makro, seperti N total, P2O5 dan K2O.

Proses pengomposan secara alamiah terjadi sangat lama, umumnya membutuhkan waktu hingga 6 bulan. Waktu pengomposan yang relatif lama menyebabkan proses pengomposan menjadi kurang efektif dalam penanganan limbah ini, karena limbah yang dihasilkan terus terakumulasi setiap hari. Teknik pengomposan dapat dikembangkan dengan cara menambahkan inokulan tertentu kedalam limbah peternakan, sehingga prosesnya terjadi lebih cepat. Cara lain adalah dengan memanfaatkan limbah tersebut untuk kehidupan organisma tertentu secara langsung, sebagai media hidup ataupun sebagai sumber kebutuhan pakan-nya.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, jika limbah peternakan terutama kotoran (feses) tersebut tidak diolah, maka akan mengakibatkan dampak-dampak yang dapat merugikan kesehatan, baik bagi ternak itu sendiri maupun bagi kesehatan manusia dan lingkungannya. Dari itu, alangkah bijaksana apabila limbah tersebut diolah dan dimanfaatkan serta dikelola secara maksimal untuk menunjang kebutuhan para petani akan pupuk yang bersifat ramah lingkungan, mampu memperbaiki kesuburan tanah serta bisa menghasilkan panen yang selain lebih banyak, juga aman untuk dikonsumsi, karena tidak meninggalkan residu yang membahayakan kesehatan bagi siapapun yang mengkonsumsinya. Dengan kriteria-kriteria tersebut akan berpotensi besar untuk dapat mewujudkan kekuatan ekonomi dari sektor pertanian.

gravatar

Pertanian Organik Berkelanjutan

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), suatu bentuk yang memang harus dikembangkan jika kita ingin menjadi pewaris yang baik yang memikirkan keselarasan antara pemenuhan kebutuhan saat ini dan pelestarian sumberdaya lahannya. Pembangunan pertanian yang dilaksanakan masa lalu belumlah sepenuhnya menggunakan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan/lahan akibat pencemaran (misalnya: pupuk dan pestisida), sehingga mengganggu keberlanjutan pertanian.

Pembangunan pertanian masa lalu lebih menekankan pada pola masukan tinggi (input intensive). Pola masukan tinggi ini dicirikan dengan penggunaan agrokimia yang berupa penggunaan pupuk buatan dan pestisida yang tinggi, dan penggunaan varietas unggul yang dicirikan oleh umur pendek dengan hasil tinggi, sehingga dapat terjadi pengurasan hara dalam kurun waktu yang pendek relatif tinggi. Memang pola ini produksi pangan dunia meningkat dengan tajam. Namun dampak negatif penggunaan agrokimia mulai dirasakan saat ini.
Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya ketimpangan (ketidak seimbangan) hara lainnya dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah. Kejadian semacam ini banyak terjadi pada lahan-lahan sawah yang selalu dibudidayakan tanaman padi secara terus menerus dengan tanpa penambahan bahan organik tanah, sehingga terjadi pengurasan hara tertentu dan terjadi defisiensi Zn dan Cu. Dilaporkan sekitar 60% areal sawah di Jawa kandungan bahan organiknya kurang dari 1%, sementara sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2%. Ketimpangan hara dan merosotnya bahan organik tanah akan menyebabkan degradasi kesuburan tanah yang akan mengancam keberlanjutan usaha tani.
Disamping penggunaan pupuk anorganik, penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak negatip pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Disamping itu, dimungkinkan residu pestisida dalam produk, misalnya pada hasil hortikultura. Sementara pada saat ini residu pestisida akan menjadi faktor penentu daya saing produk-produk pertanian yang akan memasuki pasar global.
Sistem usahatani tradisional nenek moyang kita sebenarnya telah terbukti berkelanjutan, mereka menggunakan pupuk organik dalam usaha taninya, tetapi untuk dapat memenuhi perkembangan kebutuhan pangan perlu adanya pengembangan. Sistem pertanian berkelanjutan dapat menggunakan masukan luar seperti pupuk namun secara arif dalam rangka mencapai hasil yang diharapkan dalam jangka panjang dengan tetap terjaga kesuburan tanah dan lingkungannya. Demikian juga pada praktek pertanian organik masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia dalam jumlah yang rendah atau dikenal dengan semi organik.
Konsep pertanian organik haruslah mampu menyehatkan tanah. Tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman yang sehat yang akan dapat mendukung manusia dan hewan yang sehat. Tujuan dari budidaya pertanian organik adalah :
(1)memproduksi bahan makanan yang berkualitas tinggi (bebas dari senyawa / polutan anorganik racun) dalam jumlah yang cukup,
(2)memperbaiki dan mendukung siklus biologis dalam usaha tani dengan memanfaatkan mikrobia, flora dan fauna tanah serta tumbuhan dan tanaman,
(3)mengelola dan meningkatkan kelestarian kesuburan tanah,
(4)meminimalkan segala bentuk polusi dalam tanah, serta
(5)memanfaatkan dan menghasilkan produk pertanian organik yang mudah dirombak dari sumber yang dapat didaur ulang.

Pertanian organik dapat menjamin keberlanjutan usaha pertanian mengingat sistem usaha ini mampu menjamin kelestarian kesuburan dan lingkungannya. Pupuk organik mempunyai kelebihan mampu meningkatkan tidak hanya kesuburan kimia tanah, namun juga kesuburan fisik (struktur labih baik) dan biologi tanah serta mengandung senyawa pengatur tumbuh. Atau dengan kata lain penggunaan pupuk organik tidak sekedar mampu memperbaiki kesuburan saja, namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap kesehatan tanaman dan hasilnya serta akan menyehatkan manusia yang mengkomsumsinya.

Terkait perbaikan kesuburan kimia tanah, penambahan bahan organik akan meningkatkan hara dalam tanah secara lengkap seperti hara N, P, K, S dan hara lainnya. Pupuk organik tidak hanya memasok hara makro, namun mempunyai kelebihan dalam mensuplai unsur hara mikro (terutama Fe dan Zn). Peningkatan hara dalam tanah sangat tergantung oleh macam bahan organik yang digunakan atau komposisi bahan organiknya. Disamping itu akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat hara, sehingga hara akan lebih tersedia dalam kurun waktu yang relatif lama, sehingga menjamin keberlanjutan kesuburan. Hal ini dikarenakan selama proses dekomposisi bahan organik akan dihasilkan humus (koloid organik)yang dapat menahan unsur hara dan air, sehingga dapat meningkatkan daya simpan pupuk dan air di tanah. Kelebihan pupuk organik yang lain mampu menetralkan pH tanah, dapat meningkatkan pH tanah di tanah yang masam, dan dapat menurunkan pH tanah di tanah yang alkali, sehingga mampu menjamin pH tanah sesuai untuk pertumbuhan tanaman.

Pemupukan organik akan memperbaiki kesuburan fisika tanah dalam pembentukan agregat tanah, misalnya untuk tanah lempung yang berat (sulit diolah), penambahan bahan organik agregat tanah akan menjadi remah yang relatif ringan untuk diolah. Penambahan bahan organik tanah membuat aerasi tanah akan menjadi lebih baik karena ruang porinya bertambah (porositas meningkat), sehingga menjamin udara tanah. Sememtara untuk tanah pasir akan membentuk agregat yang lebih remah sehingga mudah diolah, dan meningkatkan daya ikat air atau kemampuan menyediakan air tanah lebih banyak, sehingga tidak cepat terjadi kekeringan.

Penambahan pupuk organik juga mampu memperbaiki kesuburan biologi, dimana mikroorganisme tanah saling berinteraksi dengan bahan organik, yang berperan sebagai pendaur ulang hara dalam tanah, sehingga hara akan lebih tersedia untuk tanaman. Dari aspek tanaman, hasil perombakan bahan organik dapat menghasilkan asam amino yang dapat diserap tanaman dengan segera, dan bahan organik banyak mengandung sejumlah zat pengatur tumbuh dan vitamin yang dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pupuk organik ini mampu menjamin ketersediaan hara dalam kurun relatif lama, membuat tanah lebih remah, sehingga menjamin kelestarian kesuburan tanah, dan dapat menjamin keberlanjutan usaha tani.

Untuk mempertahankan dan meningkatkan bahan organik tanah, diperlukan penambahan bahan organik secara berangsur. Masalah utama yang sering timbul di lapangan adalah sumber bahan organik yang dapat digunakan. Sumber bahan organik yang dapat kita gunakan dapat berasal dari: sisa dan kotoran hewan (pupuk kandang), sisa tanaman, pupuk hijau, sampah kota, limbah industri, dan kompos.
1. Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia/anorganik menjadikan sarana dan prasarana produksi pertanian menjadi rawan terhadap permainan harga oleh produsen maupun kondisi eksternal lain. Sebagai contoh pada saat krisis moneter di Indonesia yang mulai terjadi pada tahun 1997, maka dengan rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, mengakibatkan sarana produksi pertanian seperti pupuk, pestisida harganya naik antara 200 – 400% sehingga pemakaian pupuk menurun yang mengakibatkan produktivitas pertanian ikut menurun.
2. Memasuki era pasar bebas dengan diberlakukannya standar tertentu dalam setiap produk termasuk produk pertanian, pemberlakukan standard ISO dan Eco-Labelling yang mensyaratkan produksi yang ramah lingkungan, maka sektor pertanian memperoleh tantangan baru dan membutuhkan permikiran yang serius bagi ahli pertanian dan ahli yang terkait agar tetap mampu bersaing di dunia internasional. Penggunaan bahan organik yang recycleable dan ramah lingkungan dalam produksi pertanian agar diupayakan untuk tetap mempertahankan produktivitas lahan.
Berkaitan dengan hal tersebut, hampir 90% produk-produk pertanian di Indonesia diproduksi dengan menggunakan bahan anorganik seperti pupuk kimia dan pestisida, sehingga besar kemungkinan produk pertanian Indonesia tidak memenuhi standar internasional dan tidak diminati oleh pasar internasional. Kurangnya minat pasar internasional terhadap produk pertanian dalam negeri tersebut dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran mengenai kesehatan makanan, padahal dengan penggunaan bahan-bahan kimia dalam pertanian dapat mengganggu kesehatan manusia.
Oleh karena itu untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dalam menghasilkan produk pertanian yang mampu bersaing di pasar internasional perlu diupayakan pemenuhan terhadap minat konsumen yang membutuhkan konsumsi pangan bebas bahan anorganik. Untuk itu perlu segera digalakkan produk-produk pertanian organik di Indonesia dengan cara meningkatkan penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik sebagai sarana produksinya yang didukung dengan keanekaragaman hayati terutama bibit dan pestisida organik.

Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah secara aman, dan di lain pihak, produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga aman dikonsumsi.

Secara kualitatif, kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak dapat lebih unggul daripada pupuk anorganik. Namun penggunaan pupuk organik secara terus-menerus dalam rentang waktu tertentu akan menjadikan kualitas tanah lebih baik dibanding penggunaan pupuk anorganik. Selain itu penggunaan pupuk organik tidak akan meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia. Bahkan produk-produk yang dihasilkan akan diterima negara-negara yang mensyaratkan ambang batas residu yang sudah diberlakukan pada produk-produk tertentu.

Saat ini ada beberapa jenis pupuk organik sebagai pupuk alam berdasarkan bahan dasarnya, yaitu pupuk kandang, kompos, humus, pupuk hijau, dan pupuk mikroba. Sedangkan ditinjau dari bentuknya ada pupuk organik cair dan ada pupuk organik padat. Sebagai contoh kompos merupakan contoh pupuk organik padat yang dibuat dari bahan organik padat (tumbuh-tumbuhan), sedangkan thilurine adalah pupuk organik cair yang dibuat dari bahan organik cair (urine sapi). Pupuk organik dapat dibuat dari limbah, contohnya limbah peternakan sapi perah dan sapi potong, baik berupa feses (kotoran) maupun urinenya dapat dijadikan bahan pembuatan pupuk organik.

Dengan melihat beberapa kecenderungan di atas, pengolahan limbah ternak berupa kotoran sapi untuk dijadikan salah satu bahan pembuatan pupuk organik sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi tanah serta kualitas hasil produksi pertanian, maka sekaligus akan mendongkrak animo pasar untuk melirik pupuk yang berbahan dasar organik. Hal tersebut juga ditengarai dengan semakin bermunculannya pabrik-pabrik pupuk yang berbasis organik guna memenuhi kebutuhan masyarakat petani akan ketersediaan pupuk yang selain dapat meningkatkan hasil produksi, juga ramah terhadap lingkungan, dalam arti sanggup mengembalikan kesuburan tanah dan sekaligus memeliharanya.


diambil dari beberapa sumber...

gravatar

Pertanian Organik

Indonesia sejak lama sudah akrab dengan pertanian organik. Bedanya, kalau di waktu lampau polanya masih secara tradisional. Pengolahan lahan nyaris tanpa pupuk. Peningkatan produksi sawah atau kebun sangat mengandalkan kandungan humus lahan. Belakangan-setelah menyaksikan berbagai dampak negatif akibat penggunaan pupuk kimia menyusul operasi hijau sejak tahun 1980-an-para petani didorong agar mengolah lahan dengan pola pertanian organik, yakni menggunakan pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang ramah lingkungan sekaligus menjaga kesuburan lahan. Seiring operasi hijau tersebut, para petani diarahkan agar menanami sawahnya dengan benih padi varietas tertentu. Diarahkan pula penggunaan pupuk kimia, seperti urea, TSP, dan KCl guna memperkaya humus lahan serta penggunaan pestisida endrin untuk menghalau hama wereng, misalnya.

Ternyata dalam perjalanannya semakin terasa dampaknya yang merugikan. Produksi memang meningkat. Namun, sesungguhnya tidak memberikan keuntungan berarti bagi para petani. Alasannya karena biaya produksi menjadi sangat mahal untuk pembelian berbagai jenis pupuk dan pestisida endrin.

Masih banyak lagi dampak negatif lainnya akibat penggunaan pupuk kimia. Pupuk kimia telah mengganggu keseimbangan ekologi.
Penggunaan pestisida endrin secara masif yang sedianya menghalau serangan hama wereng, ternyata juga mematikan berbagai jenis biota air. Bahkan, hewan piaraan pun tidak sedikit menjadi korbannya setelah meminum air yang sudah tercemar racun pestisida.

Dengan pola pertanian organik, biaya proses pengolahan lahan dan perawatan tanaman relatif kecil, lebih banyak mengandalkan tenaga kerja dan keseimbangan lingkungan menjadi lebih terjaga.

Pertanian organik sebagai pola pertanian yang mencoba untuk selaras dengan kaidah dan hukum alam menunjukkan perkembangan yang signifikan dari waktu ke waktu.. Perkembangan ini diakibatkan oleh beberapa faktor, khususnya peningkatan kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan di samping adanya alasan yang lain, yang lebih bersifat ideologis dan spiritual

Di seluruh dunia, orang menjadi semakin waspada terhadap munculnya berbagai jenis penyakit baru yang mematikan. Ditambah lagi dengan merebaknya pemberitaan dari berbagai belahan dunia mengenai bahaya mengonsumsi bahan makanan yang mengandung pestisida dan bahan-bahan kimia lain hasil serapan tanaman dari pemupukan dengan pupuk kimia.

Sementara itu, jika ditinjau dari aspek konservasi lingkungan, pelaku pertanian organik (petani, konsumen, LSM, pendamping, dan sebagainya) meyakini bahwa pertanian organik yang meniadakan asupan kimiawi memberikan kontribusi bagi keseimbangan ekosistem, khususnya air dan tanah.

Tidak pelak lagi, dengan berbagai alasan dan ideologi di belakangnya, pertanian organik semakin hari menunjukkan perkembangan yang pesat. Untuk mengetahui perkembangan itu, pada tahun 2003, Stiftung Oekologie and Landbau/Foundation Ecology and Agriculture melakukan riset untuk mengetahui prospek dan gambaran umum mengenai pertanian organik di seluruh dunia.

Riset tersebut menyatakan bahwa di tahun 2003 saja terdapat 23 juta hektar lahan pertanian organik di seluruh dunia. Adapun lahan pertanian organik terluas berada di Australia (10,5 juta ha), Argentina (3,2 juta ha), dan Italia (1,2 juta ha).
Sementara di wilayah Asia, negara dengan lahan pertanian organik terluas adalah India dan China. Bagaimana dengan Indonesia, yang notabene penduduknya sebagian besar mengandalkan produk-produk pertanian, serta mempergunakan sebagian besar lahannya untuk ditanami berbagai tanaman pertanian dan perkebunan. Akankah masih menggunakan pemupukan kimia, yang akan sangat berdampak jelek terhadap ekosistem dan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi produk pertanian kimiawi.

Belum lagi persaingan pasar yang semakin hari semakin menggandrungi produk pertanian organik dengan tingkat pertumbuhan antara 5-20 persen per tahun. Adapun yang menjadi pasar terbesar untuk produk pertanian organik adalah Eropa, AS, Kanada, dan Jepang. Sementara itu, International Federation for Organic Agriculture Movement-sebuah organisasi internasional yang menjadi payung gerakan organik seluruh dunia-memprediksi bahwa pertumbuhan pasar organik berada di kisaran 20-30 persen setiap tahun. Selain pasar utama (mainstream market), peningkatan jumlah perdagangan produk organik juga dialami oleh pasar alternatif yang lebih populer dengan sebutan fair trade.

Perdagangan yang adil atau fair trade adalah sebuah kemitraan perdagangan yang didasarkan pada keterbukaan, penghormatan terhadap hak petani dan produsen kecil juga berkontribusi terhadap konservasi lingkungan dengan tidak menggunakan bahan-bahan kimiawi dalam pembuatan sebuah produk (khususnya kerajinan).
Dalam praktiknya, fair trade diterjemahkan menjadi: rantai distribusi yang lebih pendek, pemberian harga premium kepada petani/produsen kecil di mana harga dihitung bukan saja didasarkan pada biaya produksi, tetapi juga biaya lain, seperti asuransi gagal panen, biaya penguatan dan pengembangan kelompok tani dan produsen, juga terjalinnya hubungan yang personal antara produsen dan konsumen melalui pertemuan rutin antara produsen-konsumen.

Di pasar fair trade, selain produk kerajinan tangan, juga terdapat tujuh produk organik yang diperjualbelikan, yaitu pisang, kakao, kopi, madu, gula, teh, dan juice buah (mangga dan jeruk). Untuk memperbesar pasar sekaligus memenuhi permintaan konsumen fair trade akan adanya diversifikasi produk, sejak beberapa tahun terakhir, Fair Trade Labelling Organization (FLO)- sebuah lembaga sertifikasi fair trade internasional yang berkantor pusat di Bonn- mengembangkan proses sertifikasi fair trade untuk beberapa produk, seperti buah segar (mangga, jeruk, nanas, dan apel), makanan ringan dan biskuit, selai, mawar, anggur, dan beras.
Kecenderungan atau trend permintaan produk organik yang tidak hanya dialami oleh negara-negara maju yang terletak di Eropa, Amerika Serikat, Kanada, maupun Jepang, tetapi juga Indonesia walaupun belum diperoleh data pasti mengenai jumlah perdagangan produk organik.

Untuk memperoleh manfaat dari arus perdagangan organik, baik dalam pasar mainstream maupun pasar alternatif/fair trade, dibutuhkan beberapa upaya untuk:
• Membangun kesadaran akan pentingnya pertanian organik, misalnya melalui kebijakan "Go Organic 2010" yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia, riset dan diseminasi wacana di berbagai media massa, pendampingan petani oleh lembaga swadaya, dan lain-lain;
• Meningkatkan kapasitas pada semua lini produksi maupun pascapanen. Hal ini penting karena pasar merupakan satu entitas dengan requirement/persyaratan dan kompleksitas tertentu yang memerlukan kesiapan setiap pelaku pasar, termasuk petani.
• Sementara pada sisi yang lain, mayoritas petani Indonesia adalah petani miskin yang memiliki luasan lahan kurang dari 0,25 ha dan memiliki keterbatasan akses terhadap teknologi, informasi, dan jaringan kerja.
• Ditambah dengan fakta bahwa petani termasuk dalam kelompok masyarakat marginal yang rentan dengan eksploitasi, maka pemberdayaan dan penghargaan atas kerja keras yang dilakukan petani merupakan sebuah tindakan yang mendesak untuk dilakukan;
• Penguatan dan pengembangan jaringan kerja karena ini adalah sebuah kerja besar yang memerlukan kerja sama yang solid antarberbagai pihak, baik petani selaku produsen yang terlibat langsung dalam proses produksi, akademisi, Pemerintah Indonesia, media, lembaga swadaya masyarakat, juga lembaga internasional, seperti IFOAM, FLO, dan lain sebagainya yang terlibat aktif dalam mengampanyekan gerakan pertanian organik di level internasional.

di ambil dari berbagai sumber

gravatar

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PADAT DENGAN MENGGUNAKAN KOTORAN SAPI

Limbah peternakan merupakan produk dari usaha peternakan, yang keberadaannya tidak dikehendaki sehingga harus dibuang. Limbah peternakan terdiri dari banyak jenis sesuai ternak yang menghasilkannya. Usaha budidaya ternak (sapi) menghasilkan limbah berupa kotoran ternak (feces, urine). Selama ini pemanfaatan pupuk organik dimaksud langsung digunakan untuk pemupukan, tanpa melalui proses pengolahan. Kondisi ini dimungkinkan terjadi mengingat antara lain: tidak disadarinya manfaat dan fungsi pengolahan kotoran sapi, kurangnya pengetahuan proses pembuatan pupuk organik, kurangnya pemahaman mengenai nilai tambah pupuk organik dari kotoran ternak dan kurangnya pemahaman para peternak khususnya terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dari pencemaran lingkungan oleh kotoran ternak.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh limbah ternak (khususnya kotoran sapi) serta memberikan manfaat ekonomis bagi para peternak dan siapa pun yang terlibat di dalamnya, adalah melakukan proses pengolahan kotoran ternak untuk dijadikan bahan baku pembuatan pupuk organik granul. Pengolahan kotoran ternak ini secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, melakukan proses fermentasi. Proses pengomposan secara alamiah terjadi sangat lama, umumnya membutuhkan waktu hingga 6 bulan. Waktu pengomposan yang relatif lama menyebabkan proses pengomposan menjadi kurang efektif dalam penanganan limbah kotoran ternak, karena limbah yang dihasilkan terus terakumulasi setiap hari. Teknik pengomposan dapat dikembangkan dengan cara menambahkan inokulan tertentu ke dalam limbah peternakan, sehingga prosesnya terjadi lebih cepat. Dengan proses fermentasi ini, kotoran segar hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 14 (empat) belas hari sampai kotoran menjadi matang, atau menjadi kompos, untuk selanjutnya bisa digunakan sebagai salah satu bahan baku dasar pembuatan pupuk organik granul.

Manfaat dan Keuntungan Penerapan Teknologi Pembuatan Pupuk Organik Padat
1.Merupakan salah satu alternatif di dalam mencegah pencemaran lingkungan yang berdampak negatif terhadap ternak dan lingkungannya. Dengan demikian, merupakan bagian dari upaya menciptakan usaha peternakan yang berwawasan lingkungan.
2.Dari segi ekonomis dapat memberikan peningkatan pendapatan secara langsung dari pupuk bagi petani beserta keluarganya.
3.Dapat memberikan nilai tambah dari unsur hara yang terkandung dan pada akhirnya diharapkan dapat memberikan peningkatan produksi pertanian serta kesuburan tanaman lainnya.
4.Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat petani yang berada di pedesaan.
5.Dalam jangka panjang diharapkan akan dapat memperbaiki tekstur, struktur dan unsur biota tanah.